Biografi KH. Muhammad Martain Karim

 
Biografi KH. Muhammad Martain Karim
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Daftar Isi Biografi KH. Muhammad Martain Karim

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Pendidikan
  4. Mendirikan Pesantren
  5. Keturunan
  6. Teladan
  7. Karya

 

Kelahiran

KH. Muhammad Martain Karim lahir pada tanggal 21 Juni 1942 di Benowo, Surabaya.

Wafat

KH. Muhammad Martain Karim wafat pada hari Rabu 23 september 2020. Beliau dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Glonggong, Temas, Batu yang berlokasi tepat berada disamping Pondok Pesantren Al-Hidayah.

Pendidikan

KH. Muhammad Martain Karim atau yang akrab dengan panggilan Kiyai Martain ini pada usia muda dan selama menjadi santri atau mahasiswa adalah seorang aktivis yang ulet dan haus akan pengetahuan agama dan hampir semua pelajaran di pesantren telah beliau dalami, dan yang paling beliau kuasai adalah ilmu fiqh dan nahwu.

Berbagai pesantren besar telah beliau mukimi, dan yang paling lama adalah Pondok Pesantren Tambak Beras dan Pondok Pesantren Lasem. Di samping itu, beliau masih sempat mendapatkan gelar sarjana muda dari Fakultas Tarbiyah bidang pendidikan agama Islam dari Universitas Sunan Giri Surabaya pada tahun 1973.

Mendirikan Pesantren

Sebelum menetap dan mendirikan Pondok Pesantren Al-Hidayah di Batu, kiprah dan perjuangan Kyai Martain muda telah cukup panjang antara lain keterlibatan dalam pendirian pesantren di beberapa tempat di Kabupaten Malang, dan beberapa lokasi lainnya. Selama pencarian beliau juga merintis dan mendirikan sekaligus mengajar berbagai madrasah, SMA Islam ataupun PGA (Pendidikan Guru Agama) sebagai guru Agama Islam dan Bahasa Arab.

Sebagai bagian dari dakwah, Kiyai Martain muda selalu mencoba untuk menularkan ilmu yang beliau kuasai kepada masyarakat luas. Di tanah kelahiran beliau, Desa Tambak Dono, sebuah desa di pinggiran Surabaya yang berbatasan dengan Gresik, beliau juga mendirikan lembaga pendidikan Madrasah. Selanjutnya sejarah panjang Yayasan Al Hidayah Batu dimulai pada tahun 1972 ketika Kiyai Martain menikahi Nyai Hajjah Muslihah dan mendirikan sebuah pondok pesantren di Kaliputih – Batu.

Pesantren tersebut pada perkembangannya lebih sering disebut Pondok Kaliputih, mengambil lokasi di mana lokasi pesantren berdiri. Hal ini lazim sebagaimana pesantren-pesantren besar lainnya yang lebih dikenal dengan sebutan lokasinya seperti Pondok Pesantren Lirboyo – Kediri, Pondok Pesantrean Tebu Ireng dan Pondok Pesantrean Tambak Beras – Jombang, Pondok Pesantrean Langitan – Tuban, Pondok Pesantrean Gontor – Ponorogo, Pondok Pesantrean Lasem – Rembang, Pondok Pesantrean Krapyak – Yogyakarta, dan lain-lain.

Ketika memasuki Batu, ayah dari 8 anak dan kakek dari 4 cucu ini berbekal dana yang diberikan oleh orangtua beliau, seorang petani tambak yang sukses. Dari dukungan dana tersebut dan tambahan wakaf sebidang tanah di Kaliputih dari seorang warga Batu, Kyai Martain memulai pendirian pesantren pada tahun 1977. Pesantren ini terus berkembang, dan sekitar tahun 1984 pondok pesantren mulai dikembangkan menjadi sebuah yayasan dan mulai mengembangkan unit-unit pelayanan teknisnya antara lain dengan menyediakan pendidikan gratis untuk santri miskin, terlantar, dan yatim piatu.

Karena terbatasnya bangunan fisik yang ada maka Pesantren Al-Hidayah tidak dapat menampung jumlah santri yang semakin bertambah serta pengajian-pengajian yang melibatkan ratusan jamaah dari luar Batu tidak dapat dilakukan di Al Hidayah. Oleh karenanya sejak tahun 1995 Al-Hidayah mulai membangun gedung asrama II di Glonggong Temas. Asrama II akrab disebut oleh masyarakat sebagai Pondok Glonggong. Perlahan tapi pasti berbagai ketertinggalan mulai dikejar.

Selain asrama dan ruang kelas untuk Madrasah Diniyah, Al-Hidayah II mulai mengembangkan sayap pendidikan formalnya melalui dibukanya kelas-kelas Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan kursus-kursus yang dianggap menjadi bekal penting santri ketika terjun ke masyarakat nantinya. Hingga saat ini ribuan alumni telah dicetak oleh pesantren ini dan menyebar ke berbagai pelosok wilayah, mulai Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, Kalimantan, Madura, Bali, Nusa Tenggara Timur, hingga Malaysia. Kiyai Martain yang memandang pendidikan sebagai unsur penting dalam mengentaskan umat dari belenggu kemiskinan selalu mengupayakan pendidikan formal bagi seluruh santri dan anak asuhnya. Seluruh santri dan anak asuh Ponpes Al-Hidayah wajib mengikuti pendidikan formal disamping pendidikan Islam ala pesantren salaf.

Ditengah-tengah perjuangan tersebut, tidak jarang riak gelombang menerjang. Penolakan, fitnah, kabar yang tidak sedap dan tidak berdasar adalah menjadi fitrah dari perjuangan dan makanan sehari-hari bagi Kiyai Martain. Kyai pendiam namun tegas dalam pemikiran serta low profile ini bahkan tidak luput dari teror karena ketidaksenangan seseorang atau kelompok dengan kiprah beliau sebagai kyai, lontaran dan tudingan tidak sedap, dll. Belum lagi kebakaran hebat yang melanda pesantren pada tahun 1983, tetap tidak menyurutkan langkahnya untuk tetap membina pesantren sebagai jalan dakwah dan perjuangan.

Keturunan

Kiyai Martain mempunyai delapan putra dan putri yakni Muhyiddin (Gus Udin), Taufiqurrohman (Gus Oviex), Umi Hanik (Ning Hanik), Habib Maulana Asyik Hidayatullah (Gus Habib), Qurrota’ayun (Ning Ayun), Firman Hadi Firdaus (Gus Firman), Fathoni Amiruddin Akbar (Gus Tony), dan Fathir Hizbullah (Gus Fathir). Kelima putra-putri beliau telah mentas dan berkiprah dalam berbagai bidang mulai dari pemerintahan, wirausahawan, profesional, aktivis LSM, dan akademisi. Adapun ketiga putra beliau masih menduduki bangku kuliah dan SMA.

Memasuki usia pensiun, Kiyai Martain menyerahkan manajemen Pesantren Al-Hidayah kepada putra-putrinya. Dan untuk pengelolaan pesantren sehari-hari diamanatkan kepada Gus Habib, putra keempat (Pondok Glonggong) dan Ning Ayun, putri kelima (Pondok Kaliputih). Saat ini Kiyai Martain lebih banyak aktif di Thoriqoh dan beliau menjabat sebagai Mudir atau Ketua Umum Jamiyah Thoriqoh Muktabaroh An-Nahdliyyah Jawa Timur yakni lembaga sayap otonom NU terbesar yang bergerak dibidang ilmu tasawuf (sufi). Beliau juga menjadi figur sentral di forum bahtsul masail (pembahasan masalah-masalah Islam).

Teladan

Tawaran untuk turun ke gelanggang politik juga sangat deras mengalir, tapi beliau punya pilihan garis perjuangan yang sangat jelas, yaitu melalui pesantren. Selanjutnya di tengah mulai berkurangnya ulama ahli fiqih (banyak yang meninggal dan semakin sepuh) kiprah Kyai Martain semakin besar. Kiyai berpenampilan bersahaja ini mengingatkan kita pada sosok KH. Ilyas Ruchiat, KH. Sahal Mahfudz, dan KH. Ali Ma’shum, ulama fiqih NU di masa lalu.

Dalam jejaringannya, Kiyai ini juga bersahabat erat dengan almarhum Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani Al Makky, seorang ulama kharismatik Makkah yang sangat dihormati di dunia. Mendiang Syaikh Al-Maliki dua kali berkunjung ke Pesantren Al-Hidayah pada tahun 1983 dan pada tahun 1986 untuk mendukung perjuangan Kiyai Martain dalam dakwah-dakwahnya. Komunikasi beliau dengan Syaikh Al-Maliki sangat intens, baik melalui surat maupun telpon hingga beliau meninggal pada tahun 2003 lalu.

Akhirnya, Pesantren Al-Hidayah hanyalah salah satu dari sekian daftar panjang dari kiprah dan perjuangan KH. Martain dalam dakwah untuk menegakkan Islam dan mengentaskan kemiskinan umat dengan mengedepankan aspek pendidikan. Perjuangan dan pemikiran-pemikiran beliau sangat inspiratif dan patut menjadi panutan bagi kita semua.

Karya

Ditengah kesibukan beliau dalam dakwah dan pengabdian, Kiyai Martain juga masih menyempatkan untuk menulis tiga kitab yakni Kitab Mahdul Athfal yang berisi tentang ilmu prama sastra Bahasa Arab, Kitab Al-Khozanah berisi tentang Hadis-hadist Shohih, dan Kitab Kanzus Suyuf yakni kitab yang berisi tentang kumpulan doa dan amalan-amalan. Pemikiran-pemikiran beliau juga menjadi acuan bagi Robithotul Ma'ahid Al-Islamiyah (Ikatan Persatuan Pondok Pesantren Se-Indonesia) dalam melaksanakan kebijakannya. Selain itu beliau juga menjadi referensi utama bagi Jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU) dan MUI Kota Batu dalam penetapan fatwa-fatwanya, serta masih terlibat aktif pula dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kesejahteraan sosial (K3S).

Demikian biografi singkat KH. Muhammad Martain Karim. Semoga beliau mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. []


Artikel ini telah terbit tanggal 23 September 2022, dan telah diedit dengan penyelarasan bahasa tanggal 21 Juni 2023.

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya