Biografi KH. Zainuddin Mojosari

 
Biografi KH. Zainuddin Mojosari
Sumber Gambar: KH. Zainuddin (foto istimewa)

Daftar Isi Profil Kyai Zainuddin, Mojosari, Nganjuk

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Ulama Besar
  4. Mengasuh Pesantren
  5. Rihlah
  6. Syahdan
  7. Karomah
  8. Chart Silsilah Sanad
  9. Referensi

 

1. Kelahiran

KH. Zainuddin  (1850-1954) berasal dari Bojonegoro. Beliau lahir di Desa Kuncen Kecamatan Padangan, Bojonegoro dan tumbuh di Desa Padangan. Beliau adalah putra dari Kiai Mu’min, yang merupakan bagian dari lingkar besar Bani Kuncen. Mbah Zainuddin hidup sezaman dengan KH Hasyim Jalakan Padangan.

2. Wafat

Menurut keterangan salah satu santrinya wafat beliau tahun 1954. Saat ini akam KH Zainuddin Mojosari berada di komplek makam Pesantren Mojosari, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur.

3. Ulama Besar

Mbah Kiyai Zainuddin adalah ulama besar Nusantara yang "paling tidak terekspose" bila dibanding dengan ulama-ulama seangkatannya semisal Syekh Nawawi al-Bantaniy, Syekh Sholeh Darat (guru beliau), Syekh Kholil Bangkalan, KH. Dimyathi Tremas Pacitan, Syekh Asnawi Kudus.

4. Mengasuh Pesantren

Pondok Mojosari Nganjuk adalah pondok pesantren yg usianya hampir 3 Abad (Termasuk Pondok NU Tertua). Pondok pesantren ini berdiri sekitar thn 1723 M yang didirikan oleh Kyai Imron. Sebelum mendirikan Pondok Mojosari, Kyai Imron bertirakat Puasa 3 thn di dalam Batu (Wallahu'alam). Dan waktu membabat Alas Mojosari beliau puasa Jagung (Sehari cuma makan 1 biji jagung) sampai pondok berdiri. Hal ini dikarenakan keangkeran Alas Mojosari yg waktu itu terkenal seram dan banyak dihuni oleh Genderuwo dan makhluk gaib lainnya.

KH. Zainuddin merupakan pengasuh Pondok Pesantren Mojosari, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur generasi ke 5. Pondok Pesantren Mojosari didirikan pada tahun 1720 M oleh Kyai Ali Imron, Bendungan.

Ketika menjadi santri di Pesantren Langitan, Tuban, Kiai Zainuddin yang asal Padangan, Bojonegoro diambil menantu oleh pengasuh pondok tersebut, dan diminta untuk meneruskan kepemimpinan Pondok Mojosari. Di bawah kepemimpinannya, Ponpes Mojosari mencapai kejayaannya.

5. Rihlah

Setelah tinggal dan belajar di Padangan, Kiai Zainuddin melanjutkan rihlah ilmiah ke sejumlah ulama. Di antara gurunya adalah KH Sholeh Darat Semarang. Beliau juga tercatat pernah belajar di Ponpes Langitan era KH Ahmad Sholeh.

Dari segi usia memang beliau paling muda dengan teman seangkatannya namun beliau yang paling akhir meninggal dunia. Beliau menempati sebuah pondok tua yaitu di Mojosari, Loceret, Nganjuk. Mungkin karena secara geografis berada di kaki gunung Wilis, maka beliau "tidak banyak diekspose" dibanding sahabat-sahabatnya, karena memang dalam sejarahnya beliau cenderung bergerak dalam keilmuan tasawwuf.

6. Syahdan

Seperti biasanya pesantren di bulan Sya'ban selalu mengadakan imtihan (selametan) pengajian pondok di akhir tahun. Pada waktu itu beliau bersama-sama pengurus pondok dan tokoh-tokoh kampung Mojosari berkumpul mengadakan musyawarah untuk gawe besar ini. Disepakati perayaan imtihan dilakukan semeriah mungkin dan dilakukan beberapa hari baik melibatkan pondok maupun masyarakat Mojosari. Akhirnya ada sebagian masyarakat yang mengusulkan diadakan kesenian rakyat yaitu "Jaranan", dan beliau mbah Kiyai Zainuddin mengiyakan dengan syarat dilakukan di awal dan di luar pondok (di kampung). Maka bersemangatlah masyarakat Mojosari (saat itu masyarakat Mojosari 90% masih abangan dan terkenal sebagai tempatnya maksiat).

7. Karomah

Berhari-hari masyarakat Mojosari dan pondok dalam suasana gembira. Rupanya hal ini terdengar sampai jauh di luar Nganjuk. Terbukti para Kiyai menyikapi insiden tersebut karena melihat bahwa Mbah Kiyai Zainuddin adalah salah satu tokoh ulama yang paling disegani. Mereka para Kiyai takut hal ini akan berdampak pada masyarakat santri pada waktu itu. Akhirnya Hadhratus Syekh KH. Hasyim Asy'ari, KH. Abdul Wahab Chasbullah, KH. Bisyri Sansuri dan para Kiyai lain bermusyawarah melakukan sikap dan meminta pada Mbah Kiyai Zainuddin untuk bersikap tegas dengan adanya "Jaranan" masuk dalam kegiatan Imtihan. Mereka para Kiyai akhirnya tidak menuai kesepakatan siapa yang harus sowan menghadap kepada Mbah Kiyai Zainuddin. Mereka tidak ada yang berani menghadap mengingat mereka semua adalah murid dan santri beliau.

Karena semua Kyai tersebut tidak berani menghadap, akhirnya disepakati dengan memakai mediator surat pernyataan dan ditandatangani oleh bersama. Setelah selesai rapat musyawarah pernyataan sikap, para Kiyai pulang ke rumah masing-masing. Tempat musyawarah waktu itu dilaksanakan di Tebuireng.

Saat Hadhratus Syekh KH. Hasyim Asy'ari istirahat, di dalam istirahat itu beliau diingatkan Allah Swt. lewat mimpi, dimana dalam mimpi itu KH. Hasyim Asy’ari dan para ulama seluruh Nusantara mengadakan shalat jama'ah. Dan ternyata dalam shalat jam'aah para ulama itu yang menjadi Imam adalah Mbah Kiyai Zainuddin. Sedangkan beliau Hadhratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari berada pada barisan shaf nomer 7. Setelah terbangun, surat yang tadi sudah jadi dengan tanda tangan yang lengkap dan tinggal dikirim akhirnya tidak jadi disampaikan kepada Mbah Kiyai Zainuddin.

Lantas KH. Hasyim Asy’ari mengabari perihal mimpinya tersebut kepada para Kiyai yang ikut menandatangani surat pernyataan di atas. Mereka semua akhirnya sepakat bahwa itu bukan wilayah mereka ngurusi (ikut campur) urusan guru mereka. Berkat karamah yang dimiliki Mbah Kiyai Zainuddin tersebut, terbukti sekarang masyarakat Mojosari Nganjuk yang tadinya 90 % abangan menjadi 99% Islam dan ta'at.

8. Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Zainuddin dapat dilihat DI SINIdan chart silsilah sanad murid beliau dapat dilihat DI SINI.

9. Referensi

Dikumpulkan dari berbagai sumber


*Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 02 April 2021, dan terakhir diedit tanggal 25 Agustus 2022.

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya