Hukum Memindah Komplek Makam

 
Hukum Memindah Komplek Makam

Pemindahan Komplek Makam

Dengan berbagai macam alasan, dewasa ini makin banyak kompleks makam atau makam seseorang dipindah ke tempat lain.

Pertanyaan :

Bagaimana hukum pemindahan kompleks makam dan makam seseorang ke tempat lain ?.

Jawab :

Pemindahan kompleks makam dan makam seseorang ke tempat lain hukumnya tafshil:

  1. Pemindahan makam ke tempat lain haram hukumnya, kecuali menurut mazhab Hanafi.
  2. Memindah mayat seseorang dari makamnya ke tempat lain menurut mazhab Syafi’i hukumnya haram, kecuali karena darurat. Sedangkan menurut mazhab Maliki hukumnya boleh dengan syarat:
  • Tidak terjadi perusakan pada tubuh mayat;
  • Tidak menurunkan martabat mayat;
  • Pemindahan tersebut atas dasar maslahat.

  Keterangan, dari kitab:

1. Hasyiyah al-Syarqawi ‘ala al-Tahrir [1]

وَلاَ يَجُوْزُ اسْتِبْدَالُ الْمَوْقُوْفِ عِنْدَنَا خِلاَفًا لِلْحَنَفِيَّةِ وَصُوْرَتُهُ أَنْ يَكُوْنَ الْمَحَلُّ آلَ إِلَى السُّقُوْطِ فَيُبْدِلُهُ بِمَحَلٍّ آخَرَ أَحْسَنَ مِنْهُ بَعْدَ حُكْمِ حَاكِمٍ يَرَى صِحَّتَهُ

Menurut kami (mazhab Syafi’i) tidak boleh mengganti barang wakaf, berbeda dengan ulama Hanafi. Gambarannya menurut mereka adalah, ada suatu tempat yang nyaris runtuh, lalu diganti dengan tempat lain yang lebih bagus setelah ada keputusan hakim yang mengabsahkan penggantian itu.  

2. Fath al-Wahhab [2]

وَحَرُمَ نَبْشُهُ قَبْلَ الْبِلَى عِنْدَ أَهْلِ الْخِبْرَةِ بِتِلْكَ اْلأَرْضِ بَعْدَ دَفْنِهِ لِنَقْلٍ وَغَيْرِهِ كَتَكْفِيْنٍ وَصَلاَةٍ عَلَيْهِ لِأَنَّ فِيْهِ هَتْكًا لِحُرْمَتِهِ إِلاَّ لِضَرُوْرَةٍ كَدَفْنٍ بِلاَ طُهْرٍ مِنْ غُسْلٍ أَوْ تَيَمُّمٍ وَهُوَ مِمَّنْ يَجِبُ طَهْرُهُ

Haram membongkar kuburan sebelum mayat hancur sesuai dengan pendapat para pakar tentang tanahnya setelah penguburannya, untuk dipindahkan ataupun lainnya, seperti mengkafani dan menyalati. Sebab dalam hal itu terdapat perusakan terhadap kehormatan mayat. Kecuali karena darurat, seperti dikuburkan tanpa disucikan dengan dimandikan atau tayamum, sedangkan mayat itu termasuk orang yang harus disucikan.  

3. Nihayah al-Zain [3]

وَإِنْ كَانَتْ اْلأَرْضُ مُسَبَّلَةً لِلدَّفْنِ وَهِيَ الَّتِيْ جَرَتْ عَادَةُ أَهْلِ الْبَلَدِ فِيْهَا حَرُمَ الْبِنَاءُ وَهُدِمَ

Seandainya tanahnya berupa pekuburan yang diperuntukkan umum, yaitu tanah yang kebiasaan pemakaman penduduk daerah itu di situ, maka haram mendirikan bangunan di atasnya dan harus dirobohkan.  

4. Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah [4]

الْمَالِكِيَّةُ قَالُوْا : يَجُوْزُ نَقْلُ الْمَيِّتِ قَبْلَ الدَّفْنِ وَبَعْدَهُ مِنْ مَكَانٍ إِلَى آخَرَ بِشَرُوْطٍ ثَلاَثَةٍ أَوَّلُهَا أَنْ لاَ يَنْفَجِرَ حَالَ نَقْلِهِ ثَاِنِيْهَا أَنْ لاَ تُهْتَكَ حُرْمَتُهُ بِأَنْ يُنْقَلَ عَلَى وَجْهٍ يَكُوْنُ فِيْهِ تَحْقِيْرٌ لَهُ ثَالِثُهَا أَنْ يَكُوْنَ نَقْلُهُ بِمَصْلَحَةٍ

فَإِنْ فُقِدَ شَرْطٌ مِنْ هَذِهِ الشُّرُوْطِ الثَّلاَثِ حَرُمَ نَقْلُهُ

Ulama Maliki berpendapat, boleh memindahkan mayat sebelum dan sesudah dikubur dari satu tempat ke tempat lain dengan tiga syarat : pertama mayat tidak pecah (rusak) ketika dipindah, kedua tidak sampai menodai kehormatannya, yaitu memindahkannya dengan cara yang di dalamnya terdapat penghinaan baginya, ketiga kepindahannya karena suatu maslahat. Jika satu syarat dari ketiga syarat ini tidak terpenuhi, maka haram memindahkannya.  

[1]  Al-Syarqawi, Hasyiyah al-Syarqawi ‘ala al-Tahrir, (Mesir: Dar al-Kutub al-‘Arabiyah al-Kubra, 1332 H), Jilid II, h. 170.

[2] Zakaria al-Anshari, Fath al-Wahhab pada Futuhat al-Wahhab bi Taudhih Fath al-Wahhab, (Mesir: al-Tijariyah al-Kubra, t. th.), Jilid II, h. 211.

[3] Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi, Nihayah al-Zain Syarh Qurrah al-‘Ain, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), h. 155.

[4] Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid I, h. 505-506.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 409 HASIL KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ALIM ULAMA NAHDLATUL ULAMA TENTANG MASAIL DINIYAH WAQI’IYYAH 16-20 Rajab 1418 H/17-20 Nopember 1997 M Di Ponpes QOMARUL HUDA Bagu, Pringgarata Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat