Meraih Keberkahan Ilmu

 
Meraih Keberkahan Ilmu
Sumber Gambar: Unsplash.com, Ilustrasi: laduni.ID

LADUNI. ID, Jakarta -  Dunia pendidikan terutama dayah atau pesantren maupun jenjang lainnya merupakan lembaga untuk menerpa para thalib ilmu (penuntut ilmu) untuk mendapatkan ilmu. Seorang pelajar (santri) tidak akan memperoleh ilmu berkah dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya, tanpa mau menghormati tiga unsur penting dalam dunia tarbiyah yakni ilmu, ahli ilmu dan guru.

Fenomena dan realita saat ini kita melihatnya mereka pelajar baik santri atau lainnya sukses dan keberhasilan didunia pendidikan karena memuliakan tiga unsur tersebut. Hal ini telah banyak dikupas dalam banyak literatur klasik (kitab kuning) yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil mereka ketika menuntut ilmu sangat menghormati tiga hal tersebut. Dan orang-orang yang tidak berhasil dalam menuntut ilmu, karena mereka tidak mau menghormati atau memuliakan ilmu dan gurunya.

Sudah menjadi kewajiban seorang santri (penuntut ilmu) harus mencari kerelaan hati guru, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan ia murka, mematuhi perintahnya asal tidak bertentangan dengan agama, karena tidak boleh taat pada makhluk untuk bermaksiat kepada Allah. Termasuk menghormati guru adalah menghormati putra-putranya, dan orang yang ada hubungan kerabat dengannya.

Menyikapi hal ini telah disebutkan dalam kitab "Ta'limul Muta'allim" bahwa Syaikhuna Burhanuddin, pengarang kitab Al-Hidayah, bercerita bahwa salah seorang pembesar negeri Bukhara duduk dalam suatu mejelis pengajian, di tengah-tengah pengajian, dia sering berdiri. Lalu oleh teman-temannya ditanya mengapa berbuat demikian. Dia menjawab, sungguh putra guruku sedang bermain di jalan, oleh karena itu jika aku melihatnya aku berdiri untuk menghormatinya. Al Qadhi Fahruddin adalah seorang imam di daerah Marwa yang sangat dihormati oleh para pejabat negara.

Beliau berkata, "Aku mendapat kedudukan ini karena aku menghormati guruku, Abi Yazid Addabusi. Aku selalu melayani beliau, memasak makanannya, dan aku tak pernah ikut makan bersamanya."

Memperkuat argumen diatas, dalam kisah lain di sebutkan Imam Syafi’i pernah membuat suasana jamaah terkagum-kagum, beliau spontan saja mencium tangan dan memeluk seorang lelaki tua. Lantas yang melihatnya merasa heran dan akhirnya sahabat bertanya, "kenapa seorang imam besar rela mencium tangan seorang laki-laki tua? Seharusnya masih banyak ulama yang lebih pantas dicium tangannya daripada sosok lelaki tua itu?"

Imam Syafi’i menjawab, "Pada masa dulu saya pernah menanyakan kepada beliau, bagaimana mengetahui seekor anjing berusia baligh?Lantas orang tua tersebut menjawab, "apabila engkau melihat anjing itu kencing dengan mengangkat sebelah kakinya, menandakan dia telah baligh”.

Dua kisah di atas menunjukkan sikap menghormati dan menghargai ilmu dan ahlinya siapapun dia. Imam Asy-Syairazy berkata, "Guru-guruku berkata, "Barangsiapa yang ingin anaknya menjadi orang alim, maka dia harus menghormati para ahli fiqih. Dan memberi sedekah pada mereka. Jika ternyata anaknya tidak menjadi orang alim, maka cucunya yang akan menjadi orang alim."

Beranjak dari itu fenomena dewasa ini mereka para penuntut ilmu yang tidak mengindahkan apa yang telah direkomendasi dan realisasikan oleh assabiqul awwalun dalam dunia tarbiyah (pendidikan) tentunya sangat sedikit keberkahan dan pengembangan ilmu yang didapat.

Tarbiyah itu bukan hanya transfer ilmu saja "Transfer of knowledge" namun  juga memberikan pengaruh rohaniah baik etika, keadabadan serta tauladan yang baik (transfer of spiritual ) terhadap thalibul ilmi (santri atau mirid)

Tentunya apabila kedua unsur ini baik "transfer of spiritual" maupun "Transfer of knowledge" berhasil di integrasikan dan realisasikan di lembaga pendidikan kita, tentunya wajah dunia tarbiyah kita akan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam menjawab tantangan zaman di era globalisasi ini di saat degradasi moral, akhlak dan etika generasi penerus bangsa ini. Keberkahan bumi ini akan semakin terasa dengan sentuhan doa dan akhlak para penduduk bumi ini dalam menatap keridhaan dan hari esok yang lebih baik.


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 15 Agustus 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

_____

Penulis: Bani Amin, MA, Dosen IAIA Samalanga

Editor: Athallah Hareldi