Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga #1: Pesantren Tertua dan Terkenal di Nusantara

 
Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga #1: Pesantren Tertua dan Terkenal di Nusantara

LADUNI.ID, PESANTREN- Dalam perjalanan sejarah, Samalanga dikenal sebagai salah satu daerah yang menjadi benteng pertahanan rakyat Aceh dalam melawan penjajah Belanda, hingga pasukan Marsose sekalipun menciptakan mars khusus untuk menyemangati pasukannya guna melawan pejuang Aceh di Samalanga. Sampai saat ini, Samalanga masih dijuluki sebagai “Kota Santri”.

Hal ini membuktikan bahwa Samalanga mendapat posisi penting dalam mencerdaskan ummat dan melawan kebodohan, khususnya di Aceh. Salah satu instansi autentik dan sangat berperan dalam melawan penjajahan di Samalanga pada masa lalu, dan menjadi pilar dalam mencerdaskan generasi bangsa adalah lahirnya lembaga pendidikan Dayah atau Pesantren Ma’hadul Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya (MUDI MESRA) di desa Mideun Jôk, Kemukiman Mesjid Raya, Kecamatan Samalanga, Bireuen.

Para sejarawan Aceh menyebutkan, Dayah MUDI Mesra Samalanga telah berdiri seiring dengan dibangunnya Mesjid Raya oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam yang memerintah tahun 1607-1636 M pada abad ke-16. Dalam rihlah tersebut, Sultan mendirikan sebuah masjid dan masyarakat sekitar menamakan bangunan suci itu dengan sebutan “Mesjid Raya” yang berfungsi sebagai tempat ibadah sekaligus untuk tempat pengajian dan kegiatan keagamaan (Dayah atau Zawiyah).

Saat itu, masjid raya yang berlokasi di desa Mideun Jôk tersebut dikelola oleh Faqeh Abdul Ghani. Hingga akhirnya kawasan tersebut dinamakan dengan Kemukiman Mesjid Raya sebagaimana kita kenal saat ini (Mudi Mesra: 2010). Sebagai institusi agama yang menjadi lembaga sentral pendidikan kala itu, Dayah Mesjid Raya terus berkembang.

Menurut penuturan masyarakat sekitar, setelah Syekh Faqeh Abdul Ghani wafat, dayah Mesjid Raya dipimpin oleh banyak ulama secara estafet sehingga semua ulama yang pernah memimpin tidak tercatat dalam literasi sejarah dayah Mesjid Raya. Hingga awal abad ke-19 dibentuklah sebuah lembaga pendidikan dayah atas prakarsa beberapa ulama dari pihak Ulée Balang, yakni Muhammad Ali Basyah yang didukung oleh para tokoh masyarakat setempat.

Pada tahun 1927 M lembaga pendidikan Islam ini dipercayakan kepemimpinannya dibawah Teungku Haji Syihabuddin bin Idris, dengan klasifikasi santri 100 orang pelajar putra dan 50 orang pelajar putri, dibantu oleh 5 orang pengajar putra dan 2 orang pengajar putri. Wafatnya Teungku Haji Syahabuddin bn Idris pada tahun 1935.

 

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penggiat Literasi Asal Aceh