Hati-Hati dengan Hati

 
Hati-Hati dengan Hati
Sumber Gambar: Pinterest,Ilustrasi: Laduni.id

Laduni.ID, Jakarta - Hati merupakan organ yang sangat penting dalam tubuh manusia. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam mengajarkan bahwa hati yang baik akan membawa kebaikan pada seluruh tubuh, sedangkan hati yang buruk akan membawa keburukan. Penyakit-penyakit hati seperti riya’, hasad, dengki, dan lainnya dapat merusak hati seseorang.

Orang yang hatinya sakit akan sulit untuk bersikap jujur dan akan merasa iri terhadap kesuksesan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan perasaan benci dan gelisah terhadap orang lain yang memiliki kelebihan darinya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga kebersihan hati dan menjauhi penyakit-penyakit hati yang dapat merusak kebaikan dalam diri kita.

Hati yang mati adalah hati yang sepenuhnya dikuasai oleh hawa nafsu, sehingga ia terhijab dari mengenal Allah SWT. Sesuatu yang ada tentu ada sebabnya, begitu juga dengan hati yang mati, tentu ada sebab-sebab yang membuat hati menjadi mati. Hati yang mati [Qaswah Al­Qalb] merupakan penyakit berbahaya yang terjadi dengan sebab-sebab tingkah laku pemiliknya.


Di antara sebab-sebab keras atau matinya hati adalah:

1. Ketergantungan hati kepada dunia serta melupakan akhirat.

Ketergantungan hati kepada dunia serta melupakan akhirat merupakan masalah yang sering terjadi di tengah masyarakat. Orang yang terlalu mencintai dunia melebihi akhirat cenderung merasa terikat dan terpaku pada hal-hal duniawi semata. Akibatnya, keimanan seseorang bisa menjadi lemah dan akhirnya sulit untuk menjalankan ibadah dengan konsisten.

Dunia memang penuh dengan godaan dan kesenangan yang dapat membuat seseorang terlena dan lupa akan tujuan sejati hidupnya, yaitu untuk beribadah kepada Allah dan meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Ketika seseorang terlalu fokus pada hal-hal duniawi, ia cenderung mengabaikan ibadah dan kebaikan yang seharusnya dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

2. Lalai.

Lalai merupakan penyakit yang sangat berbahaya yang dapat merusak hati dan jiwa seseorang. Ketika seseorang terkena penyakit lalai, hal ini dapat menyebabkan anggota tubuh saling mendukung untuk menutup pintu hidayah, akhirnya membuat hati menjadi keras dan terkunci.

Orang yang terkena penyakit lalai biasanya memiliki hati yang keras dan tidak responsif terhadap nasehat-nasehat yang diberikan. Mereka cenderung tidak mau merasa lembut dan tidak mampu memahami kebenaran yang sebenarnya. Hati yang keras seperti batu atau bahkan lebih keras lagi, membuat mereka tidak mampu melihat kebenaran dan hakikat dari setiap peristiwa yang terjadi di sekitar mereka.

Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl 16:108;

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ طَبَعَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ وَاَبْصَارِهِمْۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ (١٠٨)

“Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai.” [QS. An-Nahl 16:108]

3. Kawan yang buruk.

Kawan yang buruk merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam kehidupan seseorang, terutama dalam hubungannya dengan agama. Dalam Islam, memiliki teman yang buruk dapat membawa dampak yang sangat negatif, karena mereka cenderung mempengaruhi seseorang untuk menjauh dari kebaikan dan kebenaran.

Seorang individu yang terus-menerus berinteraksi dengan teman yang buruk akan terpengaruh oleh nilai-nilai dan perilaku negatif yang mereka miliki. Mereka mungkin akan terbawa arus dan ikut melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama, seperti maksiat dan kemungkaran. Hal ini tentu akan membuat hati seseorang menjadi keras dan jauh dari Allah SWT.

Selain itu, teman yang buruk juga dapat menghalangi seseorang untuk menjalankan kewajiban agama, seperti shalat dan berzikir kepada Allah SWT. Mereka mungkin akan mencemoohkan atau meremehkan kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh temannya, sehingga membuat seseorang merasa malu atau enggan untuk melakukannya.

Tidak hanya itu, teman yang buruk juga dapat mempengaruhi akhlak seseorang. Mereka mungkin akan mengajak seseorang untuk bersikap kasar, egois, atau tidak jujur, yang tentu saja bertentangan dengan ajaran agama yang mengajarkan untuk berbuat baik kepada sesama.

Oleh karena itu, Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk bergaul dengan orang-orang shalih, sebagaimana dalam firman-Nya;

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا (٢٨)

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” [QS. Al-Kahf 18:28]

4. Terbiasa dengan kemaksiatan dan kemungkaran.

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita terbiasa dengan kemaksiatan dan kemungkaran tanpa kita sadari. Dari hal-hal kecil seperti menggosip atau berbohong, hingga dosa-dosa yang lebih besar seperti mencuri atau berzina, semua itu dapat menjadi penghalang bagi kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dosa-dosa yang kita lakukan tidak hanya berdampak pada hubungan kita dengan Allah, tetapi juga dapat mempengaruhi perjalanan hidup kita secara keseluruhan. Ketika kita terus menerus terjerumus dalam dosa, maka kita akan semakin jauh dari jalan yang lurus menuju Allah. Kemaksiatan yang kita lakukan juga bisa memicu terjadinya dosa-dosa lain yang lebih besar, sehingga semakin memperbesar penghalang antara kita dan Allah.

Selain itu, terbiasa dengan kemaksiatan juga dapat melemahkan kebesaran dan keagungan Allah di dalam hati kita. Ketika kita terlalu sering melakukan dosa, maka hati kita akan menjadi keras dan sulit menerima kebenaran. Hal ini akan membuat jalannya hati menuju Allah dan kampung akhirat menjadi terhalang dan bahkan terhenti.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya apabila seorang mukmin melakukan dosa, berarti ia telah memberi setitik noda hitam pada hatinya. Jika ia bertaubat, tidak meneruskan (perbuatan dosa) dan memohon ampunan, maka hatinya kembali   berkilau. Akan tetapi, jika ia berulang­ulang melakukan hal itu, maka akan bertambah pula noda hitam yang menutupi hatinya, dan itulah “ar­Rân”, 

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Tatfif 83:14;

كَلَّا بَلْ ۜرَانَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ مَّا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ (١٤)

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al- Tatfif 83:14)” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ahmad)

5.  Berpaling dari mengingat Allah SWT.

Dalam kehidupan yang penuh dengan kesibukan dan kenikmatan dunia, seringkali manusia melupakan akan pentingnya mengingat Allah. Hal ini dapat menyebabkan berbagai konsekuensi negatif, mulai dari kematian hingga siksa kubur. Semua hal terkait akhirat pun menjadi hilang dari ingatan dan hati manusia yang terlalu tenggelam dalam urusan dunia.

Tentu saja, tidak ada larangan untuk membicarakan urusan dunia, namun jika hal tersebut menghabiskan sebagian besar waktu dan energi seseorang, maka hati akan menjadi keras dan jauh dari zikir kepada Allah. Dalam kondisi seperti ini, sebenarnya hati seseorang sudah mati sebelum kematian benar-benar menjemputnya.

Rasulullah SAW pernah bersabda; “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak berdzikir seperti   perumpamaan   orang yang hidup dan yang mati.” (Muttafaq Alaih)

Hati merupakan pusat dari segala perasaan dan pikiran manusia. Hati yang sakit akan dipenuhi dengan kesombongan terhadap Allah, yang membuat seseorang enggan untuk beribadah dan menjalankan perintah-Nya. Hati seperti ini cenderung berjalan bersama hawa nafsu dan keinginan pribadi, meskipun hal tersebut sebenarnya tidak diridhai oleh Allah.

Sebaliknya, hati yang baik dan sehat adalah hati yang hidup dalam ketaatan kepada Allah. Hati yang bersih dan terbebas dari sifat-sifat tercela akan kembali kepada jalan yang benar. Dengan iman yang kuat dan amal shalih, cahaya hati akan semakin bertambah. Namun, dengan kekufuran dan maksiat, hati akan semakin gelap dan menjauh dari petunjuk Allah.

Merasakan kelezatan iman akan membuat seseorang merindukan untuk semakin mendekat kepada Allah. Beribadah dengan penuh keikhlasan akan membawa kebahagiaan dan kedekatan dengan-Nya. Oleh karena itu, menjaga hati agar tetap konsisten dalam ridha dan petunjuk Allah sangatlah penting.

Kita harus berhati-hati terhadap hal-hal kecil yang dapat merusak kekuatan hati kita. Dengan menjaga hati, kita akan mampu merasakan kebahagiaan sejati dalam beribadah dan mendapatkan cinta dari Allah dan makhluk-Nya. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 30 September 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

__________________

Editor: Lisantono