Ahmad Zainul Hamdi: Ukhuwah

 
Ahmad Zainul Hamdi: Ukhuwah

LADUNI.ID -  "Umat Islam sedang diadu, di Indonesia, antar sesama umat Islam saling mengolok, bahkan saling serang. NU dan FPI saling berhadapan, Banser dan HTI saling mengancam. Intinya, umat Islam Indonesia tidak bisa menjaga ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam)."  

Kita mungkin sangat sering mendapatkan kiriman pesan seperti itu melalui berbagai layanan lini massa, terutama jika kita berada dalam grup pertemuan di media sosial. Narasinya sangat halus dan persuasif sehingga banyak orang Islam yang terpengaruh. Apalagi, pesan-pesan semacam itu sering dibumbui dengan dalil-dalil al=Qur'an maupun Hadits.  
Biasanya, pesan-pesan seperti itu dengan sangat halus memojokkan NU sebagai kelompok Islam yang mengkhianati ukhuwah Islamiyah karena NU getolnya NU menjaga keragaman Indonesia (termasuk keragaman agama dan keyakinan), sambil menghadapi siapa saja (termasuk kelompok Islam tertentu) yang ingin melenyapkan kebhinnekaan Indonesia.

Ada tiga jenis ukhuwah: ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama bangsa [Indonesia]), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusiaan-universal). Pertanyaannya adalah apakah ukhuwah Islamiyah boleh menghancurkan ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah? 

 Ukhuwah Islamiyah itu seperti pesaudaran dalam keluarga, sedang ukhuwah wathaniyah seperti persaudaraan antar sesama warga desa. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya untuk rukun dan saling membantu. Namun bayangkan jika kita memiliki seorang saudara yang membunuh atau mencuri harta tetangga, apakah atas nama kerukunan sesama saudara kita akan turut membantunya? Tentu akan menasihati dan menghalangi saudara kita sendiri. Bahkan,  jika kita tidak sanggup menghalanginya, kita akan melaporkannya ke aparat keamanan agar dia mendapatkan hukuman. Di titik ini, kita berhadap-hadapan dengan saudara sendiri dan menjadi bagian masyarakat desa untuk memastikan bahwa desa di mana kita tinggal aman dari seluruh tindakan kejahatan. Lalu, apakah kita sedang mengkhianati ikatan persaudaran dengan saudara kita? Tentu TIDAK. Jika pembunuhan dan pencurian adalah sebuah tindakan kejahatan, maka ia tetap sebuah tindakan kejahatan sekalipun yang melakukan adalah saudara sendiri. Kita akan jatuh ke dalam tindakan kejahatan yang sama jika kita membiarkan saudara sendiri melakukan kejahatan, apalagi jika sampai turut terlibat di dalamnya. Ada satu prinsip moral penting, “Orang yang membiarkan terjadinya sebuah tindakan kejahatan, pada dasarnya dia adalah pelaku kejahatan”.  

Pesaudaraan sesama warga desa juga tidak boleh menjadi alasan untuk menghancurkan persaudaraan dalam keluarga. Di dalam sebuah desa ada sekian banyak keluarga yang memiliki cara pandang dan keyakinan yang beragam. Desa juga harus dijalankan berdasarkan prinsip non-intenvensionis terhadap setiap cara pandang dan keyakinan yang ada di masing-masing keluarga. Pada dasarnya, desa dibangun untuk memastikan agar setiap keluarga mendapatkan jaminan keamanan dan kedamaian dalam menjalani hidup. Aparat desa boleh dan harus bertindak tegas berdasarkan aturan jika ada warganya yang melakukan pelanggaran hukum yang mengancam kelangsungan kehidupan sosial desa, tak peduli siapa dia dan dari dari keluarga mana. 

Jika ada pihak yang mengingkari prinsip ini, maka sebetulnya diam-diam orang itu tidak menginginkan kedamaian kehidupan sosial di desanya. Atau, diam-diam ia ingin menguasai desanya, di mana yang lain harus tunduk di bawah kekuasaan keluarganya. Jika ini motifnya, maka persaudaraan keluarga telah kehilangan maknanya, karena ia tidak lebih hanya menjadi dalih dari tindakan ketidakadilan yang hendak dilakukannya.

Lalu, di mana urgensinya ukhuwah basyariah (persaudaraan kemanusiaan universal)? Setiap persaudaraan yang berbasis kelompok (agama maupun negara) bisa jatuh ke dalam ketidakadilan jika tidak dilandasi dengan nilai-nilai kemanusiaan. Persaudaraan keagamaan yang kehilangan nilai-nilai kemanusiaan universal akan jatuh pada keangkaramurkaan dengan mengatasnamakan Tuhan. Meneriakkan slogan kebesaran Tuhan sambil membunuh orang, menghancurkan peradaan, dan merusak apa saja yang dianggap berbeda. Agama menjadi tipu daya untuk meluapkan nafsu keangkaramurkaan. Berdalih membela Tuhan, tapi menista ciptaan-Nya. Berdalih membela tauhid, tapi mengobarkan kebencian dan kerusakan di mana-mana. Di sinilah pentingnya ukhuwah basyariah karena pada akhirnya, di atas seluruh kesetiaan pada agama dan negara, ada nilai tertinggi yang harus tetap dijaga: kemanusiaan. []

Penulisa adalah Dosen pada Departemen Studi Agama-agama, Fakultas Ushulkuddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya; Wakil Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur