Keutamaan Membaca Al-Quran

 
Keutamaan Membaca Al-Quran
Oleh: Dr. KH. Zakky Mubarak, MA

عَنْ أَبِي مُوسَى اْلأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الْأُتْرُجَّةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ التَّمْرَةِ لاَ رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ (رواه البخاري ومسلم وأبو داود والنسائي وأحمد والدارمي)

Artinya: Dari Abu Musa al-Asy’ari, Rasulullah s.a.w. bersabda, “Perumpamaan seorang mukmin yang rajin membaca al-Qur’an adalah bagaikan buah utrujjah (sejenis jeruk) yang aromanya harum dan rasanya manis. Perumpamaan seorang mukmin yang tidak rajin membaca al-Qur’an adalah bagaikan buah kurma kering yang tidak beraroma tetapi rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca al-Qur’an adalah bagaikan bunga raihana yang aromanya wangi tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca al-Qur’an adalah bagaikan buah hanzhalah yang tidak beraroma dan rasanya pahit.” (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 5007, Muslim: 1328, Abu Dawud: 4191, al-Nasa`i: 4952, Ahmad: 18728, dan al-Darimi: 3229. teks hadis di atas riwayat al-Bukhari)

Dalam memahami dan mengamalkan ajaran agamanya, umat Islam secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua; (1) orang yang beriman dan (2) orang munafik. Klasifikasi yang pertama adalah orang Islam yang taat beribadah dan melaksanakan ajaran agamanya dengan penuh ketulusan dan keimanan. Sedangkan klasifikasi yang kedua adalah orang Islam yang beribadah, tetapi tidak didasari dengan ketulusan hati dan keimanan. Meskipun sudah menyatakan diri sebagai muslim, tetapi ia masih suka berkata dusta, mengingkari janji, dan mengkhianati kepercayaan. Sebuah hadis dari Abu Hurairah r.a, Nabi s.a.w. bersabda, “Tanda orang munafik ada tiga; apabila berkata, ia berdusta, apabila berjanji, ia ingkar, dan apabila dipercaya, ia khianat.” (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 32, Muslim: 89, al-Tirmidzi: 2555, dan al-Nasa'i: 4935. teks hadis riwayat al-Bukhari) 

Dalam hadis di atas, Rasulullah s.a.w. memberikan perumpamaan tentang beberapa tipologi umatnya. Di antara mereka ada yang diumpakan seperti buah utrujjah, yaitu buah-buahan sejenis jeruk limau, rasanya manis, baunya wangi, dan warnanya menarik. Ada juga seperti buah tamrah (kurma) yang manis rasanya tetapi tidak berbau harum. Selain itu, ada di antara mereka yang diumpamakan seperti raihanah, yaitu sejenis tumbuhan berbunga yang baunya semerbak (aromatic plant) tetapi rasanya pahit, seperti bunga rose. Ada juga yang seperti buah hanzhalah, yaitu jenis tumbuhan di padang pasir yang terasa pahit dan tidak ada baunya sama sekali, seperti ketimun bongkok yang rasanya pahit. (Fatchurrahman, 1966: 2/52)

1. Korelasi Antara Ikrar dan Amal

            Apabila menilik hadis Rasulullah s.a.w. di atas, dapat ditarik beberapa pelajaran bahwa tidak semua manusia muslim mengamalkan ajarannya. Ada di antara mereka yang konsisten dan taat pada agamanya, ada pula yang enggan bahkan sengaja meninggalkannya. Mereka yang terakhir ini tidak mengaktualisasikan ikrar mereka, yaitu pengakuan sebagai seorang muslim, dengan amal perbuatan berupa sikap taat dan patuh atas apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

            Perintah Allah dan Rasul-Nya tersebut tertuang dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Manusia muslim yang mengkorelasikan ikrar dan amal akan senantiasa mempraktekkan ajaran yang terkandung di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Bahkan mereka akan secara totalitas mengabdikan hidupnya demi Allah dan Rasul-Nya dengan berdakwah dalam berbagai bidang. Lebih jauh lagi, Rasulullah s.a.w. memberikan penjelasan tentang itu semua melalui ilustrasi dan perumpamaan sebagaimana yang tercantum dalam hadis di muka. Dengan demikian, orang awam pun akan dengan mudah mencerna dan memahaminya.

Beliau menerangkan macam-macam manusia muslim dalam kaitannya dengan membaca dan mengamalkan al-Qur’an, sebagai berikut: (1) Kelompok orang yang gemar membaca al-Qur’an dan mengamalkan isinya. Mereka itu adalah orang mukmin yang benar-benar konsekwen dengan keimanannya. Rasulullah s.a.w. mengumpamakan mereka dengan buah utrujjah, buah yang manis rasanya, semerbak aromanya, dan elok warnanya. Seorang pembaca al-Qur’an (al-Qari`) yang konsekwen mengamalkan isinya dikatakan sebagai penyebar bau semerbak, mewangi ke mana-mana. Orang-orang yang mendengar bacaannya dapat mengambil manfaat dari apa yang telah didengarnya. Mereka pun mendapat hidayah setelah pembaca al-Qur’an tersebut menjelaskan arti dan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya, sehingga mereka dapat memperbaiki lahir dan batinnya.

Selanjutnya (2) kelompok orang yang mengamalkan dan mengambil isi kandungan al-Qur’an melalui pemahaman yang mendalam, akan tetapi mereka enggan memperdengarkan bacaan al-Qur’annya kepada umum. Karena itulah, kemaslahatan yang didapatinya hanya terbatas pada dirinya sendiri, tidak berpengaruh pada orang lain. disebabkan orang lain tersebut tidak mendengar bacaannya untuk diamalkan isinya. Orang yang demikian ini digambarkan oleh Rasulullah seperti buah tamrah (kurma kering) yang tidak mempunyai bau harum, kendati rasanya manis.

Dua tipologi berikutnya adalah kelompok orang munafik, (3) yaitu orang-orang yang membaca al-Qur’an, tetapi tidak mengamalkan dan tidak mengambil petunjuk-petunjuk yang ada di dalamnya. Mereka adalah orang-orang munafik yang hanya bagus luarnya, tetapi jelek hatinya. Mereka telah mendustakan ‘ikrar’nya sebagai muslim yang beriman, sebab ‘amal’ mereka berseberangan dengan apa yang mereka ikrarkan. Karena sifatnya tersebut, mereka diumpamakan seperti bunga raihanah (bunga rose) yang semerbak baunya, tetapi pahit rasanya. Kelompok terakhir yang masuk kategori orang munafik, (4) yaitu orang-orang yang enggan membaca al-Qur’an, apalagi mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya, lebih-lebih menyebarkan kandungan al-Qur’an dan mendakwahkannya pada orang lain. Mereka telah tertutup hatinya, sehingga tidak ada sedikitpun hal yang baik pada dirinya. Mereka seperti buah hanzhalah yang bentuknya tidak menarik, pahit rasanya dan aromanya pun tidak ada. Pada masyarakat kita orang tersebut diserupakan dengan ketimun bongkok.

Dari keempat kelompok tersebut, yang ideal adalah kelompok pertama. Mereka adalah orang-orang beriman yang rajin membaca al-Qur’an, mengamalkan isi kandungannya, serta mengajarkannya kepada orang lain. Apa yang diketahuinya dari al-Qur’an berupa petunjuk-petunjuk bermanfaat bagi orang lain di dunia dan di akhirat. Rasulullah s.a.w. dalam riwayat al-Bukhari dari Sahabat Utsman bin Affan ra, bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ (رواه البخاري وأبو داود والترمذي) 

Artinya : “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya.” (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 4639, Abu Dawud: 1240, al-Tirmidzi: 2832. teks hadis di atas riwayat al-Bukhari)

 2. Pahala Membaca Al-Quran

Ummul Mu’minin Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ (متفق عليه)

Artinya: “Orang yang membaca al-Qur’an dengan baik dan lancar (mahir) akan selalu ditemani oleh malaikat yang mulia lagi setia, dan orang yang membacanya dengan terbata-bata, terasa berat baginya, ia akan memperoleh dua pahala.” (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 4556 dan Muslim: 1329. teks hadis di atas riwayat Muslim)

            Dalam hadis tersebut, Rasulullah menjelaskan keutamaan membaca al-Qur’an dengan baik dan lancar, sesuai dengan standar bacaan yang telah ditetapkan (baca: tajwid). Mereka akan ditemani oleh malaikat yang mulia lagi setia dan dikumpulkan bersama para nabi dan rasul, shiddiqin (orang-orang yang jujur), syuhada (orang-orang yang mati syahid), dan shalihin (orang-orang yang shalih). Dalam riwayat al-Bukhari (No. 4556), mereka yang mendapat keutamaan ini adalah para huffazh al-Qur’an, yang menghafal al-Qur’an di luar kepala.

            Bagi kaum muslim yang belum lancar membaca al-Qur’an dan masih merasa sulit melafazkannya, lebih-lebih menghafalnya, akan tetapi dia konsisten untuk belajar dan terus membacanya, maka ia akan mendapat dua pahala. Satu pahala untuk imbalan bacaannya, dan satu lagi sebagai imbalan atas kesungguhannya dalam mengatasi kesulitan membaca al-Qur’an. Lebih jauh lagi, setiap huruf al-Qur’an yang dibaca, akan diberikan pahala sepuluh kali lipat berupa kebajikan.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ (رواه الترمذي)

Artinya: Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda, “Siapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah (al-Qur’an), maka ia mendapat satu kebaikan, sedangkan satu kebajikan berarti sepuluh kali kebajikan yang sejenisnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif Laam Miim  itu satu huruf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (Hadis Hasan Shahih, Riwayat al-Tirmidzi: 2835)

         Jika kita renungkan pahala bagi pembaca al-Qur’an yang demikian mulia dan banyak di sisi Allah, maka sesungguhnya hal itu adalah layak diberikan. Sebagaimana kita ketahui, al-Qur’an sebagai Kitabullah berisi pedoman hidup yang mengatur hidup dan kehidupan manusia agar mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, orang yang mempelajari al-Qur’an sekaligus mengajarkannya kepada orang lain, berarti ia telah memelihara dan memberi petunjuk kepada sesamanya menuju kemaslahatan dan kebahagiaan. Dengan ‘nafas’ al-Qur’an, suatu bangsa akan maju dan mencapai peradaban, jauh melesat meninggalkan bangsa lainnya yang tidak merenungkan kandungan yang tersurah dan tersirat di dalamnya. Rasulullah s.a.w., seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin al-Khattab, bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ

Artinya: “Allah mengangkat derajat bangsa-bangsa dengan kitab ini (al-Qur’an) dan merendahkan bangsa-bangsa lain dengan kitab al-Qur’an juga.” (Hadis Shahih, Riwayat Muslim: 1353)

            Kendati membaca dan menghafal al-Qur’an saja merupakan ibadah yang besar pahalanya, namun seharusnya bacaan tersebut diikuti dengan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan petunjuknya. Sehingga di akhirat kelak, al-Qur’an dapat memberikan pertolongan (syafaat) bagi dirinya untuk menjadikannya sebagai hamba Allah yang diridhai.