Konsep Dakwah Imam Al-Ghazali kepada Pemimpin yang Zalim

 
Konsep Dakwah Imam Al-Ghazali kepada Pemimpin yang Zalim
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Saat ini kita hidup di zaman fitnah. Kebenaran dan kesalahan seakan menjadi samar dan sulit untuk dibedakan. Maka alangkah baiknya kita kembali kepada para ulama yang telah diakui kapasitas keilmuannya untuk menjadi rujukan dalam menjalani kehidupan yang singkat ini.

Melihat fenomena yang berkembang akhir-akhir ini, tidak ada salahnya kita kembali mengkaji nash Kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali, Imam Ahlussunnah Waljamaah dalam bidang tasawwuf.

Dalam kitab tersebut dijelaskan tanggapan beliau tentang bagaimana sikap seharusnya dalam menghadapi pemimpin yang zalim. Dalam realitasnya, tidak sedikit orang yang melakukan hal itu seakan mendapat pembenaran dengan adanya pandangan bahwa hal itu merupakan kritik yang memang diperbolehkan untuk disampaikan. Tapi terkadang kritik yang dilontarkan dibumbui dengan cacian dan hinaan. Lantas, bagaimanakah sebenanya pandangan Imam Ghazali mengenai hal ini? Berikut penjelasannya di dalam Kitab Ihya' Ulumiddin.

وَاعْلَمْ أَنَّ السُّلْطَانَ بِهِ قِوَامُ الدِّيْنِ فَلَا يَنْبَغِيْ أَنْ يَسْتَحْقِرَ وَإِنْ كَانَ ظَالِماً فَاسِقاً

"Ketahuilah, sesungguhnya dengan pemimpin tegaknya agama. Maka tidak sepantasnya pemimpin itu dihina, walaupun ia berbuat zalim dan fasiq." 

قَالَ عُمَرُو بْنُ الْعَاصِ رَحِمَهُ اللهُ إِمَامٌ غَشُوْمٌ خَيْرٌ مِنْْ فِتْنَةٍ تَدُوْمُ

"Amru bin 'Ash rahimahullah berkata: 'Imam yang zalim lebih baik dari pada kekacauan yang tidak berpenghujung.'"

وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَكُوْنُ عَلَيْكُمْ أُمَرَآءُ تَعْرِفُوْنَ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُوْنَ وَيُفْسِدُوْنَ وَمَا يُصْلِحُ اللهُ بِهِمْ أَكْثَرُ فَإِنْ أَحْسَنُوْا فَلَهُمُ الْأَجْرُ وَعَلَيْكُمُ الشُّكْرُ وَإِنْ أَسَاءُوا فَعَلَيْهُمُ الْوِزْرُ وَعَلَيْكُمُ الصُّبْرُ

"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Akan datang kepada Kalian pemimpin-pemimpin dimana kalian mengenal mereka, namun mengingkari (perbuatan mereka). Mereka berbuat kerusakan. Namun kebaikan yang Allah berikan dengan sebab mereka lebih banyak. Jika mereka berbuat baik, mereka mendapatkan pahala dan kalian wajib mensyukurinya. Jika mereka berbuat hal yang buruk, mereka berdosa, dan kalian mesti bersabar."

Demikian kurang lebih sebagian teks yang dinukil dari Kitab Ihya Ulumiddin yang menjelaskan tentang seorang pemimpin. Penjelasan lebih lengkap bisa dilihat secara langsung di dalam kitab tersebut. Kalangan pesantren tentu tidak asing dengan kitab yang menjadi pegangan wajib dalam belajar ilmu tasawwuf tersebut.

Selain merujuk dari penjelasan Imam Al-Ghazali, landasan bersikap yang baik kepada seorang pemimpin, bisa kita lihat juga dalam Al-Qur'an, bagaimana Allah memberikan petunjuk bagaimana berinteraksi dengan pemimpin yang zalim.

Sepertinya di dunia ini tidak ada pemimpin yang lebih zalim dari Fir'aun. Namun mari perhatikan bagaimana Allah perintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun dalam berinteraksi dengan Firaun.

Allah SWT berfirman:

اذْهَبَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ. فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)

Dari sini kita mendapatkan satu pelajaran yang sangat berharga. Kalau seorang nabi yang berdakwah kepada pemimpin zalim sekaliber Fir'aun saja diperintahkan untuk bersikap lembut, lantas bagaimana seyogyanya dengan kita? Bukankah kesalahan kita terlalu banyak, kita juga tidak sehebat dan sesuci para nabi, sementara zalimnya pemimpin kita tidaklah separah Fir'aun, maka sudah seharusnya kita hindari segala bentuk caci maki, penghinaan apalagi sampai pada tingkatan fitnah.

Mari kita memperbaiki diri dan selalu mendoakan pemimpin kita. Kalau rakyatnya baik dan pemimpin terus dikirimkan doa oleh rakyatnya, Insya Allah negeri ini juga akan semakin baik. Siapapun pemimpin kita, sekarang dan nanti, tugas kita adalah mendoakan dan mengingatkan dengan cara yang baik, bukan mencaci dan menghinanya. 

Demikian sekilas tulisan tentang bagaimana seharusnya bersikap kepada seorang pemimpin yang meskipun zalim. Semoga bermanfaat. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 13 Maret 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Tgk. H. Muhammad Iqbal Jalil (Dewan Guru Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga)

Editor: Hakim