Menepati Membayar Hutang

 
Menepati Membayar Hutang

 

LADUNI.ID, KOLOM- KEWAJIBAN bagi mereka yang berani berutang kepada seseorang adalah segera mengembalikannya sesuai jatuh tempo yang telah ditentukan.

Bahkan kalau bisa, sebelum tanggal di mana ia berjanji akan mengembalikannya, ia sudah terlebih dulu membayar utang tersebut. Jangan pernah berupaya mengingkar janji yang telah disepakati bersama.

Apalagi sampai berniat jahat ingin lari dari kewajiban membayar utang tersebut. Karena sampai kapan pun, yang namanya utang, tetap tak bisa terlepas begitu saja selama ia belum mengembalikannya.

Ustadz Ali Zainal Abidin, dalam laman NU Online (12/12/2018) menguraikan bahwa dalam istilah fiqih utang sering dikenal dengan istilah akad irfaq (bentuk transaksi yang didasari rasa belas kasih).

Hal ini bisa dilihat pada pihak yang hendak berutang (muqtarid), ia tidak akan berutang pada seseorang kecuali dalam keadaan butuh uang, lalu orang lain mau memberi utang padanya dilandasi rasa belas kasihan.

Pada konteks inilah wujud irfaq pada orang lain menemui peran­nya. Utang termasuk kewaji­ban yang harus dibayar kepada pemiliknya, sebab utang tergolong ke dalam haqqul adami (tanggung jawab kepada sesama manusia), sehingga sampai kapan pun tak dapat gugur kecuali dengan cara membayarnya, atau meminta kerelaannya.

Oleh karenanya, bila kita pernah berutang pada seseorang, berse­geralah untuk mengembalikannya. Jangan sampai ketika kita sudah memiliki uang untuk membayar utang tersebut, kita malah sengaja menunda-nunda atau bahkan berniat jahat tak akan membayar­kannya.

Jangan sampai utang yang belum kita bayarkan menjadikan kita sengsara di akhirat kelak.

Persoalan lain mungkin saja muncul ketika si pemberi utang tak dapat diketahui keberadaannya. Hal ini terjadi karena banyak faktor. Misalnya, kita pernah memiliki utang, lalu secara sengaja melalai­kannya atau tak segera memba­yar­kannya hingga baru tersadar bahwa kita memiliki utang pada, misalnya sebut saja si A.

Ketika kita berniat ingin ke rumah si A, ternyata dia sudah lama pergi entah ke mana. Tak ada satu pun yang mengetahui keberadaannya. Atau bisa jadi si A malah sudah mening­gal dunia, se­mentara dia tak me­miliki ahli waris yang bisa dihubu­ngi. Apakah kita lantas bisa terbe­bas dari utang tersebut? Tentu ti­dak.

Mungkin kita bisa merasa ter­bebas di dunia, tapi ingatlah bah­wa yang namanya utang tetap­lah utang yang bila tak segera disele­saikan di dunia maka akan diper­tang­gungjawabkan ke­lak di akhi­rat.

***Sam Edy Yuswanto,  analisadaily.com