Meneladani Kiprah Asmah Sjachrunie, Sosok Politisi Perempuan Generasi Awal NU

 
Meneladani Kiprah Asmah Sjachrunie, Sosok Politisi Perempuan Generasi Awal NU
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Asmah Sjachrunie adalah satu di antara tokoh perempuan NU yang patut dikenang. Beliau disebut-sebut sebagai salah satu politisi perempuan NU pada generasi awal. Oleh karena itu, sejarah perjalannya perlu dijadikan contoh bagi politisi dari kalangan perempuan saat ini, khususnya bagi warga Nahdliyyin.

Asmah Sjachrunie merupakan perempuan kelahiran Rantau, Kalimantan Selatan, 28 Februari 1928. Jiwa kepemimpinannya memang telah terlihat sejak masih muda. Sehingga tak heran jika kelak beliau menjadi tokoh penting di NU dan Mulimat NU.

Sejak muda, Asmah Sjachrunie sudah aktif di berbagai kegiatan sosial. Beliau juga aktif di dunia pendidikan sejak era pendudukan Jepang. Pernah juga menjadi guru bantu di Futsu Tjo Gakko di Rantai I, hingga dipercaya sebagai wakil kepala Futsu Tjo Gakko di Rantai III.

Aktivitas Asmah di dunia pendidikan tak berhenti ketika Indonesia merdeka. Ia justru masih tetap melanjutkan aktivitasnya dengan membantu mengajar di Sekolah Rakyat VI, mulai Rantau III, Batu Kulur Kandangan, sampai Ulin Kandangan. Menurut catatan sejarah, disebutkan aktivitas mengajarnya berlangsung hingga 1954.

Selain aktif di kegiatan sosial dan pendidikan, Asmah juga aktif di dunia militer. Pada era Jepang, beliau pernah bergabung dalam barisan Fujinka atau para militer perempuan. Sedangkan pasca kemerdekaan, Asmah tercatat sebagai bagian dari anggota Angkatan Laut Republik Indonesia pada 1948-1949. Namun, waktu itu, Angkatan Laut Republik Indonesia belum menjadi kesatuan resmi.

Di tubuh NU, Asmah juga aktif dalam konsulat NU wilayah Kalimantan Selatan. Sejak 1952, beliau sudah aktif di Muslimat NU Kalimantan Selatan, waktu itu dikenal dengan sebutan Nahdlatoel Oelama Muslimat (NOM).

Dari aktivitasnya di Muslimat NU tersebut, kemudian titik awal karir Asmah dalam dunia politik di Indonesia dimulai. Beliau kemudian terpilih menjadi anggota parlemen dari Dapil Kalimantan Selatan dengan nomor anggota 239.

Asmah juga pernah menjabat sebagai Ketua Muslimat NU selama tiga periode berturut-turut, antara 1979-1995. Nulir Mahdia Firdausiyah dalam penelitiannya yang berjudul Kiprah Muslimat NU pada Masa Kepemimpinannya Asmah Sjachrunie menggambarkan sosok Asmah sebagai perempuan tangguh dan pemberani.

Asmah aktif di PP Muslimat NU sejak 1959. Ketika kongres VII di Jakarta pada 1959, beliau dipercaya membidangi bagian sosial Muslimat NU. Kemudia pada Kongres VIII di Solo Tahun 1962, beliau terpilih sebagai ketua II PP Muslimat NU IX di Surabaya. Pada tahun 1967, beliau juga masih dipercaya sebagai ketua II.

Selanjutnya pada tahun 1979, berdasarkan hasil Kongres X Muslimat NU di Semarang, beliau akhirnya terpilih sebagai ketua umum. Dalam catatan sejarah, beliau merupakan ketua umum ketiga PP Muslimat NU setelah Chodidjah Dahlan dan Mahmudah Mawardi.

Kepemimpinan Asmah disebutkan sangat terasa bagi anggota-anggotanya. Menurut Nuril, Asmah mempunyai ketegasan dan pendirian yang kuat. Beliau proaktif di dalam perjalanan organisasi. Demikian pula, diakui oleh banyak anggotanya bahwa Asmah tak pernah keluar dari aturan-aturan organisasi.

Ketegasan dan sikapnya yang teguh dalam memegang prinsip membuat organisasinya banyak mendapatkan kepercayaan dari pihak luar. Banyak pihak di luar Muslimat NU yang menjalin kerja sama dengan Muslimat NU. Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan umat.

Nama Asmah Sjachrunie patut disejajarkan dengan beberapa tokoh perempuan NU lainnya yang mempunyai peran besar dalam pengabdian, terutama di bidang politik. Beliau termasuk dalam jajaran generasi awal politisi perempuan NU bersama Mahmudah Mawardi, Chodidjah Dahlan dan juga Mariam Kanta Sumpena. Kiprah mereka tetap terus menginspiasi generasi penerusnya. Dan semuanya menunjukkan akan kepeduliannya kepada kemaslahatan umat. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 30 Mei 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Yuli 

Editor: Hakim