Mbah Sahal Yarham: Ber-NU adalah Menghidupi NU

 
Mbah Sahal Yarham: Ber-NU adalah Menghidupi NU

LADUNI.ID, Jakarta - Suatu hari PBNU mengadakan sebuah acara di Surabaya, mengundang duta-duta besar negara sahabat, dan pelayanannya pun VVIP. Lebih-lebih KH. Sahal Mahfudz, sebagai Ra'is Aam PBNU, tentu bisa mendapatkan pelayanan yang lebih.

Di Kota Pahlawan ini, Mbah Sahal -sapaan mulianya, selama dua hari bermalam di sebuah hotel berbintang. Tapi, ketika panitia acara ingin membayar kamar hotel yang ditempati Kyai Sahal, beliau bilang: "Ndak usah, aku jek duwe duet dewe," (Tidak, saya masih punya uang sendiri), sambil berjalan ke kasir.

Panitia pun masih merayu Kyai Sahal agar mau dibayari oleh panitia. Mbah Kyai Sahal tetap bilang "Ndak usah," sambil beliau mengeluarkan uang dari tasnya.

Baca juga: Kiai Kok Gak Meyakinkan!

Setelah itu panitia masih berkata: "Mana bon-nya yai, biar kami ganti." Mbah Sahal dawuh: "Ndak usah, aku moh nganggo duite NU. Aku gowo duetku dewe ae. Nek NU iku urip-urip NU, ojo sepisan-pisan golek urip nok NU." (Tidak, saya tidak mau menggunakan duitnya NU. Saya pakai uang saya sendiri saja. Di NU itu harus menghidupi NU, jangan sekali-kali mencari hidup di NU).

Sifat Mbah Kyai Sahal patut kita contoh. Beliau benar-benar tulus, ikhlas mengabdi untuk NU. Padahal sekelas Ra'is Aam seperti Mbah Sahal tentu mudah sekali bagi beliau untuk mendapat fasilitas dari NU.

***

Begitulah Mbah Sahal Mahfudz. Kesederhanaan dan pengabdiannya untuk NU perlu benar-benar diteladani oleh kita sebagai generasi yang akan membesarkan NU. Tulisan ini ditulis oleh Ustadz Mas’us K. yang sekaligus merekam bagaimana Mbah Sahal tulus mengabdi untuk NU.

Baca juga: Nasihat Mbah Moen pada Peter Sanders

Sosok sederhana dan tulis mengabdi seperti Mbah Sahal ini kiranya layak menjadi teladan bagi semua orang. Sebagai pengakuan atas ketokohannya, beliau telah banyak mendapatkan penghargaan, diantaranya Tokoh Perdamaian Dunia (1984), Manggala Kencana Kelas I (1985-1986), Bintang Maha Putra Utarna (2000) dan Tokoh Pemersatu Bangsa (2002).

Kesederahanaan Mbah Sahal juga terlihat ketika Muktamar NU di Yogyakarta, 1989. Almaghfurlah KH. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz, dengan penampilannya yang (sangat) sederhana mau memasuki gedung acara. Beliau, seperti orang biasa, berpakaian seadanya, datang tepat waktu bahkan sebelum acara dimulai. Sehingga, Banser yang berjaga saat itupun tidak sadar bahwa yang dihadapinya adalah sosok kiai besar namun sangat sederhana.

Baca juga: Biografi Dr. KH. MA. Sahal Mahfudh

Bahkan, Rijal Mumazziq Z dalam sebuah tulisannya mengatakan bahwa Mbah Sahal dan Mbah Maimoen adalah paku bumi Nusantara. Setelah Mbah Sahal kapundut (wafat), dalam kurun satu tahun berikutnya, banyak sekali para ulama NU yang wafat. Subhanallah…

Untuk Mbah Sahal, Al-Faatihah…


In Frame: KH. Ahmad Sahal Mahfudz & KH. Muslim Rifa'i Imampuro (Mbah Liem).