Perbedaan Air Mani, Madzi, dan Wadi

 
Perbedaan Air Mani, Madzi, dan Wadi
Sumber Gambar: Foto Bedbible .com / Pexels (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Dalam beberapa kesempatan mungkin di antara kita ada yang pernah merasakan adanya cairan yang keluar dari kemaluan kita entah dengan atau tanpa sebab. Jika terjadi kondisi demikian, maka kita harus mengetahui prihal apa yang keluar dari kemaluan kita karena hal itu akan memiliki konsekuensi hukum yang berbeda.

Selain air seni (kencing) ada beberapa jenis cairan yang keluar dari kemaluan kita yaitu air mani, air madzi, dan air wadi. Ketiganya adalah cairan yang sama-sama keluar dari kemaluan manusia, tetapi berbeda dengan air kencing dan memiliki konsekuensi hukum yang berbeda. Berikut ini akan kami jelaskan perbedaan antara air mani, air madzi, dan air wadi.

Baca Juga: Hukum Orang Shalat namun Sedang Junub

1. Air Mani
Air mani (sperma) merupakan cairan yang keluar dari kemaluan manusia baik dengan sengaja atau tidak sengaja yang diiringi oleh syahwat. Air mani tidaklah najis, namun bagi orang yang mengeluarkannya hukumnya berhadas besar sehingga diwajibkan mandi besar. Setidaknya ada tiga hal yang menandakan bahwa air yang keluar tersebut adalah air mani. Pertama, baunya ketika basah seperti bau adonan roti dan tepung, sedang ketika sudah mengering seperti bau telor. Kedua, keluarnya secara memuncrat. Ketiga, berasa nikmat ketika keluar dan setelah itu melemahlah dzakar dan syahwat.

Menurut pandangan mayoritas ulama jika salah satu dari ketiga ciri di atas terpenuhi, maka sudah bisa dihukumi sebagai air mani. Sedangkan menurut pendapat yang kuat (rajih) mani perempuan sama dengan mani laki-laki, tetapi menurut Imam Nawawi dalam kitab Syarah Muslim-nya mengatakan bahwa untuk mani perempuan tidak disyaratkan muncrat. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Ibnus Shalah sebagaimana dikemukakan dalam kitab Kifayatul Akhyar.   

وَلَا يُشْتَرَطُ اجْتِمَاعِ الْخَوَّاصِ بَلْ تَكْفِي وَاحِدُهُ فيِ كَوْنِهِ مَنِياً بِلَا خِلَافٍ وَالْمَرْأَةُ كَالرَّجُلِ فِي ذَلِكَ عَلَى الرَّاجِحِ وَالرَّوْضَةِ وَقَالَ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ لَا يُشْتَرَطُ التَّدَفُّقُ فِي حَقِّهَا وَتَبِعَ فِيهِ ابْنُ الصَّلَاحِ

"Tidak disyaratkan berkumpulnya (ketiga hal) yang menjadi ciri-ciri khusus mani, tetapi cukup satu saja untuk bisa ditetapkan sebagai mani, hal ini tidak ada perbedaan dikalangan para ulama. Sedang mani perempuan itu seperti mani laki-laki menurut pendapat yang rajih dan pendapat Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi dalam kitab ar-Raudlah. Sedangkan beliau (Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi) berpendapat dalam kitab Syarh Shahih Muslim-nya: ‘Bahwa mani perempuan tidak disyaratkan muncrat’. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Ibnus Shalah" (Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Hushni asy-Syafi’i, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Damaskus-Dar al-Khair, cet ke-1, 1994 H, h. 41).

2. Air Madzi
Air madzi adalah cairan putih-bening-lengket yang keluar ketika dalam kondisi syahwat, tidak muncrat, dan setelah keluar tidak menyebabkan lemas. Dalam kitab Kasyifatus Saja dijelaskan bahwa air madzi adalah cairan yang berwarna kuning serta kental yang pada umumnya keluar ketika bangkitnya syahwat yang mana keluarnya tersebut tanpa disertai dengan rasa enak dan syahwat kuat, atau keluar setelah menurunnya atau mengendornya syahwat.

المذي بالمعجمة وهو ماء أصفر ثخين يخرج غالبا عند ثوران الشهوة بلالذة ولو بلاشهوة قوية أوبعد فتورها فلايكون إلا من البالغين وأكثر ما يكون فى النساء عند ملاعبتهن وهيجان شهوتهن وربما يخرج من الشخص ولايحس به

"Madzi yaitu cairan yang berwarna kuning serta kental yang pada umumnya keluar ketika bangkitnya syahwat yang mana keluarnya tersebut tanpa disertai dengan rasa enak dan syahwat kuat, atau keluar setelah menurunnya atau mengendornya syahwat. Jadi, madzi hanya keluar dari orang-orang yang telah baligh. Bagi perempuan, kebanyakan madzi mereka keluar saat mereka bermain semi porno dan merasakan bangkitnya syahwat (terangsang). Terkadang madzi dapat keluar dari seseorang tanpa ia menyadarinya"

Baca Juga: Sebab-sebab Diwajibkannya Mandi Junub

Keluarnya madzi tidak hanya dialami oleh kaum laki-laki saja, tetapi perempuan juga mengalaminya. Kadang-kadang keluarnya madzi tidak terasa. Menurut Imam Haramain sebagaimana dikemukakan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu' umumnya perempuan yang terangsang akan mengeluarkan madzi, jika dibandingkan dengan laki-laki

الَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَإِذَا هَاجَتِ الْمَرْأَةُ خَرَجَ مِنْهَا الْمَذْيُ قَالَ وَهُوَ أُغْلَبُ فِيهِنَّ مِنْهُ فِي الرِّجَالِ

“Imamul Haraiman berpendapat: ketika seorang perempuan terangsang maka ia akan mengeluarkan madzi. Beliau (juga) berkata: perempuan lebih umum mengeluarkan madzi dibanding dengan laki-laki". (Al-Majmu` Syarh Al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, II, h. 141 H).

Air Madzi dihukumi sebagai najis dan bagi siapa yang mengeluarkannya tidak diwajibkan mandi besar, tetapi harus dibersihkan saja sebagaimana ijma para ulama.

3. Air Wadi
Air wadi adalah cairan putih-kental-keruh yang tidak berbau. Wadi dari sisi kekentalannya mirip mani, tapi dari sisi kekeruhannya berbeda dengan mani. Biasanya wadi keluar setelah kencing atau setelah mengangkat beban yang berat. Dan keluarnya bisa setetes atau dua tetes, bahkan bisa saja lebih. Dalam kitab Kasyifatus Saja dijelaskan bahwa wadi juga bisa dikeluarkan oleh orang yang belum baligh.

ودي بمهملة وهو ماء أبيض كدر ثخين يخرج إما عقب البول أو عند حمل شيء ثقيل وهذا لا يختص بالبالغين

"Wadi yaitu cairan putih keruh dan kental yang terkadang keluar seusai kencing atau ketika mengangkat beban berat. Wadi tidak hanya keluar dari orang-orang yang telah baligh"

Air wadi sebagaimana air madzi dihukumi najis dan bagi siapa yang mengeluarkannya tidak diwajibkan menadi besar, tetapi harus dibersihkan.

Kesimpulannya adalah jika yang keluar dari kemaluan adalah air mani, maka diwajibkan mandi besar karena keluarnya air mani menyebabkan kita memiliki hadas besar. Sedangkan jika yang keluar adalah air madzi dan air wadi, maka menurut ijma ulama kita tidak diwajibkan untuk mandi besar tetapi harus dibersihkan karena keduanya hukumnya adalah najis.

Wallahu A'lam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 23 September 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan


Referensi:
1. Kitab Kasyifatus Saja
2. Artikel Bahtsul Masail yang dimuat NU Online