PBNU Ungkap Motif di Balik Usulan Tunda Pilkada

 
PBNU Ungkap Motif di Balik Usulan Tunda Pilkada

LADUNI.ID, Jakarta - Pemerintah melalui keputusan bersama menentukan untuk tetap melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada 2020) serentak, pada 9 Desember 2020 mendatang. Padahal beberapa kelompok dan ormas sudah meminta agar Pilkada 2020 ditunda karena wabah virus corona atau Covid-19 masih belum menunjukkan penyelesaian.

Ormas keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), adalah ormas pertama yang meminta agar pelaksanaan Pilkada 2020 ditunda. Bagaimana respon NU terkait keputusan pemerintah yang tetap melaksanakan Pilkada 2020? Apa sebenarnya alasan atau motif di balik usulan NU agar Pilkada 2020 ditunda?

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Prof Dr KH Said Aqil Siradj mengungkap motif atau alasan kenapa PBNU sampai mengusulkan kepada pemerintah untuk menunda Pilkada serentak tahun 2020. Menurut Kiai Said, sapaan takdzim Prof Dr KH Said Aqil Siradj, PBNU usul tersebut dikeluarkan adalah untuk keselamatan dan kenyaman rakyat, karena rakyat harus diletakkan di atas kepentingan politik.

“Alasannya karena demi rakyat. Demi keselamatan rakyat. Keselamatan rakyat harus diutamakan, dinomorsatukan, di atas segalagalanya, di atas masalah ekonomi, politik apalagi, keselamatan rakyat, kesejahteraan rakyat, kenyamanan rakyat harus diutamakan mengalahkan segalagalanya,” ungkap Kiai Said saat berbicara dalam diskusi siaran langsung bersama Medcom, Kamis (24/9) sore.

Kiai Said dan beberapa pengurus inti sejak sebulan terakhir ini mengaku sering berdiskusi sambil mengamati perkembangan Covid-19. Ketika gejalanya itu menurun, Kiai Said mengaku merasa bersyukur dan berharap bahwa sebentar lagi Covid-19 bisa terkendali.

“Ternyata kemarin ada sedikit pelonggaran, kemudian ada libur sampai empat hari berturut-turut itu, Covid-19 semakin meningkat, melonjak, bahkan yang tadinya sudah hijau kembali merah lagi seperti Depok, Jakarta semuanya merah semua. Bukan hanya itu, Jawa Timur juga. Maka, akhirnya kita memutuskan, kita merekomendasikan kepada pemerintah, KPU, DPR agar menunda pilkada yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember ini.”

Kiai Said juga menambahkan, kalau seandainya pilkada dilaksanakan, misalnya dengan adanya kerumunan massa dalam aturannya boleh berkerumun 100 orang. Namun, menurut Kiai Said, 100 orang itu dinilai sudah banyak.

“Siapa yang jamin tidak ada penularan? Kemudian ketika terjadi perkembangan sangat pesat, menjadi cluster tersendiri pilkada ini, siapa yang tanggung jawab? Kami PBNU sebagai pengurus warga NU yang sekian juta ini merasa terpanggil, kita melindungi warga NU, melindungi kesehatan dan keselamatannya,” tegasnya.

Di samping itu, Kiai Said juga merasa prihatin dan mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi raaji’un ketika mengingat para kiai yang banyak jadi korban meninggal karena Covid-19.

“Dari Tebuireng 3 orang, cucu mbah Hasyim, sepupu Gus Dur Gus Wahid Gus Zaki dan cicitnya Mbah Hasyim. Dari Rembang, Sarang, putra mbah Maimoen dan cucunya. Dari Sidoarjo Kiai Mashudi salah satu pengurus wilayah NU Jawa Timur, kemudian ketua RMI Jawa Timur, kemudian dari Lombok Kiai Syafi’in, dari Banten Kiai Matin Katib Syuriah. Belakangan, nyai Kiai Ulin Pondok Pesantren Tahfidz Qur’an Mbah Arwani Kudus, nyainya wafat.

“Itu setelah kenyataannya seperti itu, ditambah lagi Ketua NU DKI sekaligus Sekda DKI Dr Saefullah, kita pun kaget semuanya. Pak Saefullah yang orangnya sangat tenang, kalem, orang pekerja keras, meninggal dunia dengan korban Covid-19,” terang Kiai Said panjang lebar.

Berangkat dari itu semua, Kiai Said bersama Sekjen dan beberapa teman pengurus inti di PBNU mengirimkan surat kepada presiden atau kepada pemerintah, DPR dan KPU agar pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020 dapat ditunda.

“Soal diterima atau tidak, wewenang pemerintah lah. Dan alhamdulillah Muhammadiyah bergabung, LSM bergabung, semuanya demi kepentingan rakyat. Mari kita laksanakan, jangan sekali-kali diartikan bahwa kami mengganggu, mempersulit, merintangi agenda demokrasi, agenda politik negara. Sama sekali tidak,” tegasnya.

Kiai Said juga menanggapi ketika Pilkada tetap dilaksanakan namun dengan tetap mematuhi protokol kesehatan dan sebagainya. Akan tetapi, Kiai Said merasa tidak yakin bahwa masyarakat dapat mematuhi sesuai yang dikehendaki pemerintah.

“Saya itu tidak yakin ya, bahwa masyarakat kita itu disiplin seperti yang kita harapkan. Berulang kali himbauan atau instruksi atau sampai satpol PP diturunkan, polisi diturunkan di jalan, toh sekian ribu orang masih melanggar protokol kesehatan, gak pakai masker atau pakai maskernya tidak tepat, apa kita yakin masyarakat kita bisa disiplin?” papar Kiai Said.

Untuk diketahui, sebelumnya pada Senin (21/9), melalui keputusan bersama dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Melalui rapat itu, keputusan untuk tetap melaksanakan Pilkada tanggal 9 Desember 2020 dipandang sebagai pilihan rasional yang harus ditempuh sebagai jalan untuk menyelamatkan pembangunan demokrasi Indonesia.