Biografi Mbah Kuwu Sangkan Cirebon

 
Biografi Mbah Kuwu Sangkan Cirebon

Daftar Isi Profil Mbah Kuwu Sangkan Cirebon

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Keluarga
  4. Pendidikan
  5. Mendirikan Cirebon
  6. Pelopor kebudayaan Pasundan Islami
  7. Aktif Berdakwah

Kelahiran

Mbah Kuwu Sangkan lahir sekitar 1423 M di Cirebon. Beliau merupakan putra dari Prabu Siliwangi. Menurut beberapa litelatur Mbah Kuwu sendiri mempunyai 5 nama yaitu Pangeran Cakrabuana, Walang Sungsang, Haji Abdullah Iman, Syekh Somadullah, dan Mbah Kuwu Sangkan Cirebon Girang.

Mbah Kuwu Sangkan terlahir tiga bersaudara, yakni Mbah Kuwu Sangkan, Raden Kiansantang, beserta Nyai Rarasantang dari pasangan Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang.

Wafat

Mbah Kuwu Sangkan wafat pada tahun 1500-an Masehi atau abad 16 awal. Sumber sejarah lain menyebut, tahun 1529 Masehi. Makam beliau berada di daerah Cirebon Girang, Talun.

Di depan makam sebelum memasuki gerbang, ada bangunan bernama Palinggihan Ichsanul Kamil. Bangunan berwarna merah dan dikelilingi oleh pagar bercorak khas Islam di wilayah Cirebon itu merupakan tempat meditasi Mbah Kuwu Sangkan untuk berinteraksi dengan Tuhannya. Palinggihan sendiri berasal dari kata lungguh yang berarti "duduk".

Keluarga

Semasa hidup, Mbah Kuwu memiliki dua istri, yakni Nyi Endang Golis dan Nyai Ratna Lilis. Dari pernikahannya dengan Nyi Endang Golis, beliau dikaruniai keturunan Nyi Pakung Wati yang kelak menjadi salah satu pendamping Syekh Syarif Hidayatullah.

Syekh Syarif  Hidayatullah sendiri merupakan putra dari Nyai Rarasantang, adik Mbah Kuwu Sangkan. Sedangkan dari pernikahannya dengan Nyai Ratna Lilis dianugerahi seorang putra bernama Pangeran Abdurrokhman.

Pendidikan

Ayahnya, Prabu Siliwangi telah mencurahkan perhatian dan mendidiknya dengan Ilmu kemiliteran, politik dan kesaktian sejak kecil. Demi mencerdaskan anaknya, ia diserahkan kepada ulama-ulama besar pada zamannya yang menguasai bidang kajian Ilmu Agama Islam, Sastra, Falak dan Kesaktian. Mereka adalah Syekh Qurotullain, Syekh Nurjati, Syekh Bayanillah, Ki Gde Danuwarsi, Ki Gde Naga Kumbang, dan Ki Gde Bango Cangak.

Membangun Cirebon

Sebagai Putra Mahkota, Mbah Kuwu mewarisi sifat kepemimpinan ayahandanya, Prabu Siliwangi. Hal ini terbukti dari pencapaiannya yang berhasil menduduki takhta Cirebon di bawah Kerajaan Pasundan yang saat itu dipimpin Raja Galuh, dan Mbah Kuwu merupakan raja pertama.

Perjuangan Mbah Kuwu membangun Cirebon dan menyebarkan Islam dimulai pada usianya yang kala itu masih menginjak 25 tahun. Ia mulai berdakwah, hingga mencapai puncaknya saat ia menduduki singgasana kerajaan Cirebon, dari situ ia memiliki kekuatan untuk memperluas wilayah dakwahnya.

Menurut beberapa catatan sejarah, Mbah Kuwu Sangkan menyukai sejumlah hewan, yakni kucing Candra Mawa, Macan Samba, dan Kebo Dongkol Bule Karone. Ketiga hewan tersebut diyakini sudah punah dan sekarang menurut kepercayaan orang setempat ketiga hewan itulah yang menjaga makam Mbah Kuwu.

Pelopor kebudayaan Pasundan Islami

Selain Panglima Ulung, Mbah Kuwu Sangkan adalah Pelopor Kebudayaan pasundan Islami. Dalam masa 4 abad lamanya yaitu menaklukkan Pajajaran, Keraton Ayahandanya yang Hindu. Karena itu ia diberi gelar kehormatan Pangeran Cakrabuwana.

Pangeran Cakrabuwana mulai memerintah Cirebon pada 1 Suro tahun 1445 Masehi. Waktu itu ia belum mencapai usia 22 tahun. Memang masih terlalu muda, tetapi ia mampu memegang kendali pemerintahan selama 38 tahun sejak tahun 1445 Masehi hingga tahun 1479 Masehi. Mbah Kuwu juga memiliki kriteria kepeloporan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Peradaban yang sangat tinggi. Ia senantiasa menaruh perhatian besar terhadap berbagai macam Ilmu Pengetahuan, Sastra dan Seni Budaya, melestarikan dan mengembangkannya.

Aktif Berdakwah

Dalam berdakwah menyebarkan agama Islam, Mbah Kuwu mulai berkeliling kesetiap daerah, diantaranya daerah Cirebon, Kuningan, Majalengka, Indramayu, Subang, Sumedang, Purwakarta, Karawang, Priangan, Bogor yang kemudian mengalir ke Banten.

Dari proses dakwah tersebut, wilayah Keraton Cirebon menjadi satu antara bagian utara dan selatan, antara Cirebon dan Banten. Kemudian, Ibu Kota Kerajaan Cirebon dipindahkan ke Lemah Wungkuk. Di sana lalu didirikan Keraton baru yang dinamakan Keraton Pakungwati.

Beberapa sumber setempat menyebut, pendiri Keraton Cirebon adalah Pangeran Cakrabuwana. Namun, orang yang berhasil meningkatkan statusnya menjadi sebuah Kesultanan adalah Syekh Syarif Hidayatullah yang oleh Babad Cirebon dikatakan identik dengan Sunan Gunung Jati. Sumber ini juga mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati adalah keponakan dan pengganti Pangeran Cakrabuwana atau Mbah Kuwu Sangkan.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya