Naskah Kuno: Jejaring Kangjeng Sunan Bonang di Makassar Abad ke-16

 
Naskah Kuno: Jejaring Kangjeng Sunan Bonang di Makassar Abad ke-16

LADUNI.ID, Jakarta - Ini kesaksian Naskah kuno berbahasa Makassar dari abad 17, satu koleksi British Library dalam aksara jangang-jangang; dan, satunya lagi koleksi Perpus Berlin dalam aksara lontara' lama, tentang kedatangan utusan Kangjeng Sunan Bonang yang disebut dengan nama "Anakoda Bonang" dari Tuban, Jawa, ke Makassar pada pertengahan abad 16:

Foto yang dilingkari tertulis "nikanayya Anakoda Bonang" (koleksi British Library); "nikanaeyya Anakoda Bonang" (koleksi Perpus Berlin)... perhatikan penulisan huruf YA jaman dulu dengan huruf mirip X.

Lanjutan Ngaji Naskah kuno berbahasa Makassar dari abad 17, koleksi British Library dalam aksara jangang-jangang (kode BL Add 12351); dan, koleksi Perpus Berlin dalam aksara lontara' lama (kode SBB 386):

Kontrak dan Perjanjian Bersama antara komunitas Muslim Jawa-Melayu dan Raja Gowa Tunipalangga (waktu itu belum Muslim) abad 16: nakana Anakoda Bonang ri Karaenga Tunipalangga appaki rupanna kupala’-pala'ka ri katte.

Nakoda dari Bonang (Tuban, Jawa timur) berujar kepada Raja Gowa Karaeng Tunipalangga: Ada empat hal yang kami pintakan kepada sang baginda…)

Perhatikan cara penulisan abjad PA lama dalam lontara' koleksi Berlin itu.

Strategi "tepis wiring" (harfiyah: tapal batas, tepi di perbatasan), yakni cara bermain dari pinggir, baru ke tengah (seperti cara makan bubur, makan bagian pinggir lalu ke tengah) untuk mencapai hasil maksimal,  dalam kontrak dan Perjanjian Bersama antara utusan Kangjeng Sunan Bonang yang mewakili komunitas Muslim Jawa-Melayu dan Raja Gowa Tunipalangga (waktu itu belum Muslim) abad 16, seperti tertuang dalam naskah kuno berbahasa Makassar dari abad 17, koleksi British Library dalam aksara jangang-jangang (kode BL Add 12351); dan, koleksi Perpus Berlin dalam aksara lontara' lama (kode SBB 386).

Strategi ini disebut dalam naskah Babad Cirebon kode Br 75a PNRI; juga dalam naskah Babad Ampel Denta koleksi Museum Sonobudoyo Yogya. Strategi ini lazim dipakai para Wali dalam proses Islamisasi dalam satu komunitas di mana rajanya masih belum memeluk agama Islam. Seperti strategi Syekh Ibrahim Asmoro dengan Raja Campa, dan strategi putra beliau, Kangjeng Sunan Ampel, dengan Raja Majapahit akhir.

Asal-usulnya bisa dirunut pada pengalaman Islamisasi oleh para wali di anak benua India abad 14-15 sebagai alternatif terhadap cara Islamisasi oleh para sultan dan khalifah yang menggunakan metode politik, militer dan kekerasan atau paksaaan kepada penduduk setempat. Satu naskah berbahasa Arab dari Malabar, India pesisir selatan, abad 15 memberi kesaksian atas strategi "tepis wiring" ini dilakukan oleh para Wali di kalangan komunitas Hindu.

Kita ikuti bagaimana isi strategi tepis wiring itu dalam kontrak perjanjian antara utusan Wali dari Jawa-Melayu dan Raja Gowa-Makassar.(*)

(bersambung...)

***

Penulis: KH. Ahmad Baso
Editor: Muhammad Mihrob