Namanya Arrazy Hasyim

 
Namanya Arrazy Hasyim
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Belum lama saya mengenal nama ini. Nama beliau mulai mengemuka lewat kajian-kajian keislamannya di dunia maya. Di Facebook dan youtube. DR. Arrazy Hasyim, MA. merupakan generasi asli tanah Minangkabau yang mulai menghidupkan kembali pemahaman ajaran Ahlussunnah Waljamaah sebagaimana diyakini dan praktikkan para ulama pendahulunya.

Dalam salah satu ceramahnya, ustadz Arrazy mengatakan bahwa nama belakang beliau, yaitu Hasyim adalah pemberian ayahandanya yang dinisbatkan kepada pendiri Nahdhatul Ulama (KH. Muhammad Hasyim Asy'ari). Masih juga dalam salah satu ceramahnya, di depan hadirin, ustadz Arrazy menyatakan kepada jamaahnya bahwa beliau bukan orang NU (secara kelembagaan/organisasi). Tetapi beliau mencintai NU.

Menurut ustadz Arrazy, Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah merupakan dua sayap kebangsaan yang terbukti oleh sejarah selalu konsisten mengawal NKRI. Dari dahulu hingga detik ini. Kedua sayap kebangsaan harus terus bersinergi, bekerjasama dan berkolaborasi demi menjaga negara Indonesia. Dua sayap kebangsaan ini (NU - MD) tidak boleh patah salah satunya. Satu sayap patah, akan berakibat pada ketidakseimbangan. Ibarat burung (katakanlah burung Garuda sebagai lambang/simbol kebangsaan), ketika salah sayapnya patah, maka ia akan kesulitan terbang dengan cepat dan seimbang ke angkasa. Yang ada justeru sebaliknya. Jatuh terjerembab ke tanah. Begitulah pentingnya dua sayap kebangsaan ini tetap bersatu.

Mengapa ustadz Arrazy Hasyim mencintai NU?

Secara madzhab, ustadz Arrazy berhaluan ahlussunnah waljamaah sebagaimana diyakini warga Nahdhatul Ulama, di mana secara akidah mengikuti Imam Abu Hasan Al-Asy'ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi. Dalam bidang fikih mengikuti salah satu dari empat Imam madzhab: Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Hambali. Pun dalam bidang tasawuf, ustadz Arrazy mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam Abu Hamid Al-Ghazali. Clear. Meski mengaku tak ikut NU (secara keorganisasian/struktural), namun pemahaman beliau dalam aspek teologi, fikih dan tasawuf, sama dengan ulama-ulama ahlussunnah waljamaah dunia dan NU.

Bagi saya, kehadiran beliau memberikan angin segar di tanah Minangkabau. Tanah di mana Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syaikh Yasin Al-Fadani, H. Agus Salim dan H. Abdul Karim Amrullah (buya Hamka) lahir. Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, misalnya, merupakan penganut Ahlussunnah waljamaah yang juga mengikuti Imam al-Asy'ari, bermadzhab Syafi'i dan penganut tasawwuf (sufi). Demikian juga dengan ulama mutiara Padang yang pernah menjadi kiblat ilmu di Makkah: Syaikh Yasin Al-Fadani juga bermadzhab Syafi'i dan berakidah Imam Al-Asyari. H. Agus Salim dan Buya Hamka pun demikian.

Jujur, selama ini – dari pengamatan lahir – saya membaca bahwa tanah Minang identik dengan ajaran Wahabiyah. Pemahaman keagamaan masyarakat Minang yang kaku, ketat, sangat tekstualis, anti tasawuf, anti madzhab, mencela akidah Imam al-Asy'ari, suka membid'ah (sesat), anti ziarah kubur dan banyak hal lainnya ini setidaknya saya "baca" salah satunya dari kelompok yang menamakan diri mereka "Minang Bertauhid". Kelompok "Minang Bertauhid" ini sangat agresif-massif menjual ajaran Wahabiyah mereka di media sosial. Ketika dicermati dan telusuri isi kajian-kajian mereka, fakta-fakta di ataslah yang akan kita temui. Padahal, para pendahulu mereka, empat tokoh/ ulama yang saya sebutkan di atas bermadzhab Syafi'i (dalam fikih) dan berakidah Imam Al-Asy'ari (Asy'ariyah) serta bertasawuf.

Rupanya, persepsi saya tentang masyarakat Minang itu keliru. Ustadz Arrazy adalah pembuktian tanah Minang tak seperti yang saya bayangkan selama ini. Bahwa kelompok "Minang Bertauhid" yang saya lihat selama ini sama sekali tidak merepresentasikan akidah para ulama dan masyarakat Minangkabau.

Menurut ustadz Arrazy, setelah beliau sowan ke banyak ulama di tanah Minang, masih ada banyak sekali ulama-ulama yang berhaluan Ahlussunnah Waljamaah sebagaimana dipahami para ulama pendahulu mereka, termasuk empat ulama yang saya sebutkan di atas. Para ulama yang berakidah Ahlussunnah Al-Asy'ariyah/ Al-Maturidiyah, bermadzhab Syafi'i dan merupakan pengamal ajaran tasawuf (juga tarekat) yang di haramkan oleh kelompok "Minang Bertauhid".

Dalam kajian-kajiannya ustadz Arrazy Hasyim selalu menyampaikan ajaran Ahlussunnah Waljamaah sebagaimana dipahami mayoritas ulama Ahlussunnah Waljamaah dan dipraktekkan masyarakat sunni dunia (berakidah Asy'ariyah/Al-Maturidiyah, Fikih Syafi'i yah dan ajaran Tasawuf). Belakangan ini ustadz Arrazy Hasyim mulai mendapatkan penentangan, hujatan hingga fitnah dari kelompok yang menamakan diri "Minang Bertauhid" ini.

Sama seperti yang dialami oleh Ustadz Abdus Shomad dan Ustad Adi Hidayat, Ustadz Arrazy Hasyim juga mendapatkan celaan sebagai orang yang – kata mereka – menyalahi sunnah Nabi Saw. Apa yang disampaikan Ustadz Arrazy melenceng dari manhaj salaf. Poinnya, ajaran Islam yang diajarkan Ustadz Arrazy adalah ajaran yang dholalah (sesat) karena tidak seperti dipahami oleh kelompok "Minang Bertauhid" di mana pemahaman mereka hanya merujuk kepada ustadz-ustadz Rodja. Tahu sendiri, lah, kegemaran para ustadz Rodja. Senang membid'ah-sesatkan amaliyah-amaliyah mayoritas muslim Ahlussunnah Waljamaah dunia yang berakidah Al-Asy'ariyah/Al-Maturidiyah, Berfikih Syafi'i yah dan bertasawuf/bertarekat.

Sebuah vonis yang mengerikan (sesat) karena dialamatkan kepada sesama ahlul qiblah. Padahal konsekuensi dari vonis ini sangat berat sebagaimana yang disampaikan banyak para ulama Ahlussunnah Waljamaah, salah satunya Hujjatul Islam: Imam Abu Hamid Al-Ghazali yang mengatakan bahwa, "jika tuduhan kafir itu keliru/salah (di hadapan Allah), maka vonis sesat/kafir itu berbalik ke arah si penuduh". Naudzubillah tsumma naudzubillah.

Tulisan singkat ini saya dedikasikan kepada Ustadz Arrazy Hasyim sebagai bentuk dukungan saya kepada belaiu agar terus istiqomah menyampaikan ajaran Islam Ahlussunnah Waljamaah sebagaimana dipahami para ulama pendahulu tanah Minang seperti Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Syaikh Yasin Al-Fadani serta Buya Hamka di tanah Minangkabau.

 

Oleh: Muhammad Aminullah

Sumber: https://www.facebook.com/groups/564982297447670/permalink/856492058296691