Karomah KH Ustman bin Ahmad Supardi: Ulama yang Buta Matanya tapi Terkenal Kewaliannya

 
Karomah KH Ustman bin Ahmad Supardi: Ulama yang Buta Matanya tapi Terkenal Kewaliannya
Sumber Gambar: Makam Waliyullah KH Ustman bin Ahmad Supardi

Laduni.ID, Jakarta – Suatu ketika di tahun 1999 dengan menaiki sepeda motor aku silaturahmi ke kediaman seorang ulama yang buta matanya tapi terkenal kewaliannya, yaitu KH Ustman bin Ahmad Supardi (beliau lebih dikenal dengan panggilan Mbah Usman) di Manggar Wetan, Purwodadi.

Sampai di rumah sederhana beliau, saat itu pintu rumah beliau terbuka dan aku melihat Mbah Usman sedang menerima dua orang tamu. Aku hanya diam tanpa mengucap apapun di depan pintu, bahkan belum sempat mengucapkan salam.

Dengan jelas aku mendengar pembicaraan Mbah Usman dengan kedua tamunya tersebut. Saat itu Mbah Usman sangat marah dengan kedua tamunya tersebut. Diantara kemarahan beliau kepada tamunya tersebut adalah karena tamu-tamu tersebut menggunakan agama untuk urusan kampanye/politik (saat itu akan diadakan pemilu 1999).

Di tengah kemarahan beliau kepada tamu tamunya tersebut, tiba-tiba Mbah Usman menoleh ke pintu tempatku berdiri, lalu Mbah Usman berkata, “Assalamualaikum bib, nenggo sekedap nggih bib, kulo tak duko sek kaleh tiyang-tiyang niki,” (Assalamualaikum bib, tunggu sebentar ya bib saya mau marahi orang orang ini).

Di depan pintu aku kaget saat Mbah Usman menoleh dan mengatakan hal tersebut. Ada pertanyaan besar yang jadi tanda tanyaku, dari mana Mbah Usman ini tahu kalau aku ini seorang Sayid padahal belum mengucap salam serta belum mengenalkan diri, sedangkan Mbah Usman itu buta matanya.

Pertanyaan tersebut hanya bisa terpendam dalam hati saja. Lalu kujawab salam dan berkata, “Monggo Mbah diterusaken dukone,” (silahkan Mbah diteruskan marahnya). Mbah Usman masih meneruskan marahnya kepada tamu-tamunya tersebut dan tak lama kemudian tamu-tamu tersebut disuruh pulang.

Lalu Mbah Usman kembali menoleh ke arah pintu sambil berkata kepadaku, “Monggo bib mlebet mriki,” (Silahkan bib masuk kesini). Lalu masuklah dan duduk di hadapan Mbah Usman, setelah santri-santri beliau menyuguhkan teh dan makanan kecil lalu kuberanikan diri untuk menanyakan sesuatu yang menjadi pertanyaan semenjak tadi, “Mbah, Panjenengan kok tepang yen kulo niki habaib?” (Mbah engkau kok tahu kalau aku ini seorang habaib?).

Seketika Mbah Usman langsung menjawab, “Nggih bib, saking gondone jenengan,” (Iya bib dari baumu). Lalu beliau kembali berkata, “Benten bib gondone Habib kalih Mboten Habib,” (Berbeda baunya bib antara seorang Habib dengan bukan Habib).

Dalam hati aku tertegun ada seorang yang tua, buta matanya dan ringkeh tubuhnya akan tetapi memiliki cahaya mata hati yang terang benderang. Yang mengetahui dengan ijin Allah bau dari seseorang apakah seseorang itu dari dzuriah Nabi (Keturunan Nabi) atau bukan. Inilah diantara karomah Mbah Usman yang nampak. Subhanallah.

Di dalam manakibnya disebutkan bahwa Mbah Usman sangat mencintai Rasulullah hingga anak cucu Rasulullah pun ia cintai, tak peduli apakah dzuriah Rasul tersebut alim ataupun tidak, tua ataupun muda. Seringkali Mbah Usman mewanti-wanti keluarga dan santri-santrinya agar mencintai anak cucu Rasulullah tanpa membeda bedakan. Dan diantara wasiat beliau sebelum wafat, beliau mewanti-wanti agar keluarga dan murid-murid beliau agar saat berjalan, jangan sampai menginjak bayangan dari seorang ahlul bait Rasul (anak cucu Rasulullah).

Hal tersebut dipraktekkan langsung oleh beliau, jika berjalan dengan para Habaib, maka Mbah Usman tidak mau jalan sejajar bahkan mengambil jarak agak jauh agar bayangan Habaib tersebut tidak ia injak. Coba pahami, menginjak bayangan ahlul bait saja bagi Mbah Usman sudah termasuk su'ul adab (adab yang buruk).

Begitulah keadaan para pecinta, terkadang perbuatan seorang pecinta bisa diluar nalar.  Itulah keadaan Mbah Usman, mencintai Rasulullah SAW dengan sepenuh hati dan jiwa raganya, maka hati dan seluruh jiwa raganya ia berikan untuk yang ia cintai. Mbah Usman berikan keseluruhan cintanya kepada Rasulullah maka apapun yang berhubungan dengan Rasulullah ia cintai hingga akhirnya Allah SWT memberikan karunia kepadanya bisa membedakan apakah seseorang termasuk ahlil bait Rasul atau bukan, hanya dari baunya saja.

 

Sumber: https://www.facebook.com/groups/1068514559936172/permalink/3998762346911364