Menuju Wushul Ilaallah dengan Memperbanyak Shalawat Kepada Nabi

 
Menuju Wushul Ilaallah dengan Memperbanyak Shalawat Kepada Nabi
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Al-Allamah al-Arif Billah Syaikh Yusuf al-Nabhani, dalam kitab Afdhal al-Shalawat, menulis, “Thariqat (jalan/metode yang ditempuh) yang paling dekat menuju kepada Allah SWT, di akhir zaman khususnya bagi orang-orang yang berlumuran dosa, adalah dengan memperbanyak istighfar dan bershalawat kepada Nabi SAW.”

Al-Imam Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith berkata:

في آخر الزمان يفقد الشيخ المربي فالصلاة على النبي تقوم مقام الشيخ المربي في إيصال المريد إلى الله

“Di akhir zaman, jumlah Murabbi (Pembimbing Ruhani Sejati) akan terus menyusut (berkurang), karena itu bershalawat kepada Nabi SAW, dapat dijadikan sebagai pengganti kedudukan Murabbi (Pembimbing Ruhani Sejati) bagi murid dalam mencapai wushul (sampai ke hadirat) Allah SWT.”

Syaikh Hasan al-Adawiy dalam mensyarah kitab Dalail al-Khairat, ia menukil dari al-Imam al-Sanusi dan Sayyidi Ahmad Zarruq sebagai berikut:

أن الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم تنور القلوب وتوصل من غير شيخ

“Bahwasanya (seseorang yang mengamalkan) shalawat kepada Nabi SAW, dapat menerangi hati (nya) dan dapat mengantarkannya menuju wushul (sampai ke hadirat Allah SWT) tanpa seorang Syaikh (Pembimbing Ruhani).”

Al-Allamah al-Arif Billah Syaikh Yusuf al-Nabhani, dalam kitab Sa’adat al-Darayn, menulis:

وَبِالجُمْلَةِ أَنَّ الصَلاَةَ عَلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُوصِلُ إِلَى عَلاَّمِ الغُيُوْبِ مِنْ غَيْرِ شَيْخٍ. لِأَنَّ السَنَدَ وَالشَيْخَ صَاحِبُهَا لِأَنَّهَا تُعْرَضُ عَلَيْهِ وَيُصَلِّي اللهُ عَلَى المُصَلِّي. بِخِلاَفِ غَيْرِهَا مِنَ الأَذْكَارِ فَلاَ بُدَّ فِيْهَا مِنَ الشَيْخِ العَارِفِ وَإِلاَّ دَخَلَهَا الشَيْطَانُ وَلاَ يَنْتَفِعُ بِهَا صَاحِبُهَا

“Pada intinya, sesungguhnya shalawat kepada Nabi SAW, dapat mengantarkan pengamalkan wushul (sampai ke hadirat Allah) Dzat Yang Maha Gaib tanpa guru. Karena sanad dan Syaikh (dalam shalawat) adalah pemilik shalawat (Rasulullah SAW). Sesungguhnya shalawat diperlihatkan kepadanya serta Allah bershalawat kepada orang yang bershalawat (mushalli). Berlainan dengan (wirid) yang lain dari beberapa dzikir, yang di dalamnya harus ada Mursyid yang Arif (Billah). Jika tidak, maka setan masuk di dalam wirid/dzikir tersebut, dan tidak memberikan manfaat kepada pengamalnya.”

نقل العلامة السيد أحمد زينى دحلان في كتابه تقريب الوصول وتسهيل الوصول عن سيدي عبد الرحمن بن مصطفى العيدروس أنه ذكر في كتابه المسمى مرآة الشموس في مناقب آل العيدروس أنه يعدم المربون في آخر الزمن ويصير ما يوصل الى الله إلا الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم مناما ويقظة

“Al-Allamah al-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan telah menukil dalam kitabnya Taqrib al-Wushul wa Tashil al-Wushul, bersumber dari Sayyidi Abd al-Rahman bin Musthafa Alaydrus bahwasanya ia menyebutkan dalam kitabnya Mar’at al-Syumus Fiy Manaqib Ali Alaydrus bahwa untuk menemukan Murabbi (Pembimbing Ruhaniah Sejati) di akhir zaman ini sangatlah sulit, dan untuk memudahkan jalan menuju wushul (sampai ke hadirat) Allah SWT, tidak ada jalan lain kecuali dengan mengamalkan shalawat kepada Nabi SAW, baik dalam keadaan (sebagaimana) orang tidur/hati lalai maupun dengan penuh kesadaran/sepenuh hati.”

Al-Arif Billah Taj al-Din bin Athaillah al-Sakandari dalam kitabnya Taj al-Arus al-Hawiy Li Tahdzib al-Nufus, menulis:

من فاته كثرة الصيام والقيام فليشغل نفسه بالصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلم فإنك لو فعلت في جميع عمرك كل طاعة ثم صلى الله عليك صلاة واحدة رجحت تلك الصلاة الواحدة على كل ما عملته في عمرك كله من جميع الطاعات لأنك تصلي على قدر وسعك وهو يصلي على حسب ربوبيته هذا إذا كانت صلاة واحدة فكيف إذا صلى عليك عشراً بكل صلاة كما جاء في الحديث الصحيح فما أحسن العيش إذا أطعت الله فيه بذكر الله تعالى أو الصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلم. من صلى عليه ربنا صلاة واحدة كفاه هم الدنيا والآخرة

“Barangsiapa yang (merasa dirinya) tidak memiliki amalan puasa (selain puasa Ramadhan) dan shalat malam (qiyam al-lail) yang banyak untuk menghadap Allah SWT, maka hendaknya ia memperbanyak mengamalkan shalawat dan salam kepada Nabi SAW. Dia bisa jadi termasuk orang yang beruntung jika sepanjang hidupnya dalam ketaatan beribadah, kemudian ia menerima balasan shalawat dari Allah setiap kali ia bershalawat kepada Nabi SAW, karena 1x balasan shalawat dari Allah SWT, untuknya lebih baik dari dunia dan akhirat seisinya. Apalagi ketika ia bershalawat kepada Nabi SAW, 1x dibalas dengan shalawat dari Allah sebanyak 10x sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang shahih bahwa, ‘Tidak ada kehidupan yang lebih baik jika dibandingkan dengan ketika Allah SWT, menjadikannya istiqamah dalam berdzikir atau bershalawat kepada Rasulullah SAW, (karena) barangsiapa yang mendapatkan balasan shalawat dari (Allah SWT) Tuhan kita 1x saja itu lebih baik dari dunia dan akhirat.’”

Dalam kitab al-Anwar al-Qudsiyah, bab Sanad al-Qaum, dijelaskan sebagai berikut:

أَنَّ جَمَاعَةً بِبِلاَدِ اليَمَنِ لَهُمْ سَنَدٌ بِتَلْقِيْنِ الصَلاَةِ وَالسَلاَمِ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ فَيُلَقِّنُونَ المُرِيْدَ ذَالِكَ, وَيَشْغِلُونَ بِالصَلاَةِ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ, فَلاَ يَزَالُ مِنْهَا حَتَّى يَصِيْرَ يَجْتَمِعَ بِالنَبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ يَقَظَةً وَمُشَافَهَةً. وَيَسْاَلُهُ عَنْ وَقَائِعِهِ كَمَا يَسْاَلُ المُرِيْدُ شَيْخَهُ فِي الصُوفِيَةِ. وَأَنَّ مُرِيْدَهُمْ يَتَرَقَّي بِذَالِكَ فِي أَيَّامٍ قَلاَئِلَ. وَيُسْتَغْنَى عَنْ جَمِيْعِ الأَشْيَاخِ بِتَرْبِيَتِهَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ

“Sesungguhnya di Yaman terdapat Jama’ah Shalawat, di mana para murid pengamal shalawat memiliki sanad shalawat dengan talqin (ijazah) shalawat kepada Rasulullah SAW. Para Mursyid mentalqin murid dengan talqin shalawat. Para murid menyibukkan diri dengan memperbanyak mengamalkan shalawat kepada Rasulullah SAW. Mereka tidak henti-hentinya dengan shalawat tersebut hingga dapat berkumpul bersama dengan Nabi SAW secara jaga dan tatap muka. Mereka menanyakan kepada (Nabi SAW), tentang keadaan mereka sebagaimana murid bertanya kepada Gurunya dalam ilmu tasawuf. Dan murid tersebut dapat naik (keimanannya) dalam waktu yang tidak lama. Para murid tidak membutuhkan Guru Ruhani lagi, disebabkan mendapat pendidikan langsung dari Rasulullah SAW.”

Al-Syaikh al-Imam al-Arif Billah Abd al-Wahab al-Sya’raniy dalam “al-Yawaqit Wa al-Jawahir” dan “al-‘Ahud al-Muhammadiyyah,” menulis:

واعلم يا أخي أن طريق الوصول إلى حضرة الله من طريق الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم "من أقرب الطرق." فمن لم يخدم النبي صلى الله عليه وسلم الخدمة الخاصة به وطلب دخول حضرة الله فقد رام المحال. ولا يمكنه حجاب الحضرة أن يدخل وذلك لجهله بالأدب مع الله تعالى. فحكمه حكم الفلاح إذا طلب الاجتماع بالسلطان بغير واسطة فافهم

“Ketahuilah wahai saudaraku! Bahwasanya jalan yang engkau tempuh untuk bisa sampai (wushul) ke hadirat Allah SWT, melalui Shalawat kepada Nabi SAW, adalah salah satu jalan yang paling dekat. Siapa gerangan yang tidak menghidmahkan dirinya secara khusus kepada Baginda Nabi, kemudian dia berangan-angan untuk dapat masuk ke Hadhratillah, maka sungguh mustahillah angan-angannya itu (dapat terwujud). Tidak mugkin (Malaikat) para penjaga Hadratillah mau mempersilahkan dia masuk disebabkan ketiadaan adabnya kepada Allah Ta’ala. Sama halnya dia itu seperti seorang petani yang ingin bertemu langsung dengan Raja tanpa melalui perantara khusus (orang-orang dekat) Sang Raja, maka fahamilah hal ini.”

Dalam kitab Lawaqih al-Anwar al-Qudsiyyah, al-Imam al-Arif Billah Abd al-Wahhab al-Sya'rani ra., juga menulis:

فإن أكثرت من الصلاة والسلام عليه صلى الله عليه وسلم فربما تصل إلى مقام مشاهدته صلى الله عليه وسلم، وهي طريق الشيخ نور الدين الشوني، والشيخ أحمد الزواوي، والشيخ محمد بن داود المنزلاوي، وجماعة من مشايخ اليمن، فلا يزال أحدهم يصلي على رسول الله صلى الله عليه وسلم ويكثر منها حتى يتطهر من كل الذنوب، ويصير يجتمع به يقظة أي وقت شاء ومشافهة، ومن لم يحصل له هذا الاجتماع فهو إلى الآن لم يكثر من الصلاة والتسليم على رسول الله صلى الله عليه وسلم الإكثار مطلوب ليحصل له هذا المقام

“Jika engkau memperbanyak mengamalkan shalawat dan salam kepada Rasul SAW, maka tidak mustahil engkau dapat mencapai maqam musyahadah (menyaksikan keberadaan/kehadiran) Rasul SAW. Hal ini sebagaimana yang dilakukan dalam thariqat (jalan yang ditempuh) oleh Syaikh Nur al-Din al-Syuni, Saikh Ahmad al-Zawawi, Syaikh Muhammad bin Dawud al-Manzilawi dan Jama’ah Masyaikh di Yaman, mereka terus menerus mengamalkan shalawat kepada Rasul SAW, seraya memperbanyaknya sehingga menjadi bersih dari segala dosa dan bisa berkumpul dengan Nabi SAW, dan berdialog dengannya secara sadar di waktu kapanpun yang diinginkan. Tegasnya, barangsiapa yang berkeinginan agar dapat mencapai maqam ini hendaklah ia memperbanyak mengamalkan shalawat dan salam kepada Rasul SAW. Barangsiapa yang tidak berhasil mencapai maqam ini padahal ia telah mengamalkan shalawat sampai sekarang, menunjukkan bahwa dia belum termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang memperbanyak shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW.”

Al-Allamah al-Arif Billah Yusuf al-Nabhani, dalam kitab Sa’adat al-Darayn, menulis:

وَمَعْلُومٌ أَنَّ مَنْ ذَاقَ لَذَّةَ وِصَالَ المُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاَلِهِ وَسَلَّمَ ذَاقَ لَذَّةَ وِصَالَ رَبِّهِ تَعالى, وَمَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الوِصَالَيْنِ لَمْ يَذُقْ لِلْمَعْرِفَةِ, وَمِنْ أَعْظَمِ الوَصَلِ التَعَلُّقِ بِصِفَاتِ الحَبِيْبِ وبِكَثْرَةِ الصَلاَةِ عَلَيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Dan telah diketahui bersama (kaum ahli makrifat), bahwa sesungguhnya, barangsiapa yang dapat merasakan nikmatnya wushul kepada Rasulullah SAW, maka ia akan merasakan nikmatnya wushul kepada Allah SWT. Dan barangsiapa yang memisahkan kedua wushul ini, maka ia tidak akan merasakan makrifat sejati. Seagung-agungnya jalan wushul adalah ta’alluq (menyandarkan diri) dengan sifat Sang Kekasih Allah SWT, yaitu dengan memperbanyak bershalawat kepada Nabi SAW.”

وأخبرني الشيخ أحمد الزواوي أنه لم يحصل له الاجتماع بالنبي صلى الله عليه وسلم يقظة حتى واظب الصلاة عليه سنة كاملة يصلي كل يوم وليلة خمسين ألف مرة ، وكذلك أخبرني الشيخ نور الدين الشوني أنه واظب على الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم كذا وكذا سنة كل يوم يصلي ثلاثين ألف صلاة

“(Al-Imam al-Arif Billah Abd al-Wahhab al-Sya'rani ra., berkata) telah mengkhabarkan kepadaku bahwa Syaikh Ahmad al-Zawawi berkata bahwasanya seseorang (pengamal shalawat) tidak akan berhasil berkumpul bersama Nabi SAW, secara sadar kecuali dalam sehari semalam ia memperbanyak mengamalkan shalawat sebanyak 50,000x selama 1 tahun penuh. Begitu juga Syeh Nuruddin al-Syuniy menghabarkan kepadaku bahwasanya beliau berkosentrasi memperbanyak mengamalkan shalawat ini dan itu (ragam shalawat) kepada Nabi SAW, setiap harinya sebanyak 30,000x shalawat selama 1 tahun penuh.”

وسمعت سيدي عليا الخواص رحمه الله يقول : لا يكمل عبد في مقام العرفان حتى يصير يجتمع برسول الله صلى الله عليه وسلم أي وقت شاء، قال : وممن بلغنا أنه كان يجتمع بالنبي صلى الله عليه وسلم يقظة ومشافهة من السلف، الشيخ أبو مدين شيخ الجماعة، والشيخ عبد الرحيم القناوي، والشيخ موسى الزولي، والشيخ أبو الحسن الشاذلي، والشيخ أبو العباس المرسي، والشيخ أبو السعود بن أبي العشائر، وسيدي إبراهيم المتبولي

“Aku mendengar Sayyid Ali al-Khawwas berkata, "Seorang hamba tidak akan sempurna dalam mencapai maqam 'irfan sampai ia dapat berkumpul bersama Rasul SAW, pada waktu kapanpun yang diinginkan." Sayyid Ali berkata, "Dan sebagian dari ulama' salaf yang telah menyampaikan berita kepadaku bahwasanya di antara mereka pernah berkumpul bersama Rasul SAW, secara sadar dan berdialog, mereka adalah: Syaikh Abu Madyan, Syaikh Abd al-Rahim al-Qunawi, Syaikh Musa al-Zuliy, Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili, Syaikh Abu al-Abas al-Mursi al-Syadziliy, Syaikh Abu al-Su'ud bin Abi al- 'Asya'ir, dan Sayyid Ibrahim al-Matbuli.”

والشيخ جلال الدين الأسيوطي، كان يقول : رأيت النبي صلى الله عليه وسلم واجتمعت به نيفا وسبعين مرة . وأما سيدي إبراهيم المتبولي فلا يحصى اجتماعه به لأنه كان في أحواله كلها ويقول : ليس لي شيخ إلا رسول الله صلى الله عليه وسلم، وكان الشيخ أبو العباس المرسي يقول : لو احتجب عني رسول الله صلى الله عليه وسلم ساعة ما عددت نفسي من جملة المؤمنين

“Syaikh Jalal al-Din al-Suyuthi pernah berkata, ‘Aku pernah melihat Nabi SAW, dan berkumpul dengan beliau sebanyak lebih dari 70 kali.’ Adapun Sayyid Ibrahim al-Matbuli, maka tidak dapat dihitung berapa kali beliau berkumpul bersama Nabi SAW, karena sesungguhnya dalam seluruh keadaannya (ahwal) dulu beliau berkata, ‘Tiada guru bagiku kecuali Rasulullah SAW.’ Syaikh Abu al-Abbas al-Mursyi pernah berkata, ‘Jikalau Rasulullah SAW, terhijab dariku walaupun sesaat, maka aku tidak akan menganggap diriku ke dalam kelompok orang-orang yang beriman.’"

واعلم أن مقام مجالسة رسول الله صلى الله عليه وسلم عزيزة جدا، وقد جاء شخص إلى سيدي علي المرصفي وأنا حاضر فقال : يا سيدي قد وصلت إلى مقام صرت أرى رسول الله صلى الله عليه وسلم يقظة أي وقت شئت ، فقال له : يا ولدي بين العبد وبين هذا المقام مائتا ألف مقام، وسبعة وأربعون ألف مقام، ومرادنا تتكلم لنا يا ولدي على عشر مقامات منها، فما درى ذلك المدعي ما يقول وافتضح فاعلم ذلك .والله يهدي من يشاء إلى صراط مستقيم

“(Al-Imam al-Arif Billah Abd al-Wahhab al-Sya'rani ra., berkata): Ketahuilah bahwa sesungguhnya maqam mujalasah (duduk bersama) Rasulullah SAW, sangat langka sekali, seseorang telah datang kepada Sayyid Ali al-Mursifi dan aku (al-Imam al-Arif Billah Abd al-Wahhab al-Sya'rani ra., berkata) saat itu hadir, orang tersebut berkata: ‘Ya Sayyidiy, aku telah mencapai maqam di mana aku dapat melihat Rasulullah SAW, secara sadar di waktu kapanpun yang aku inginkan.’ Sayyidi Ali al Mursifi berkata, ‘Wahai anakku, di antara seorang hamba dan maqam tersebut ada 240,000 maqam, dan yang engkau maksudkan yaitu berbicara dengan kami itu baru 1/10 dari maqam-maqam itu.’ Orang yang mengaku-ngaku tersebut tidak tahu apa yang diucapkan dan dia malu sendiri. Ketahuilah bahwa Allah menunjukkan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”

Syeh Ahmad al-Zawawi pernah mengatakan:

طَرِيْقُنَا أَنْ نُكَثِّرَ مِنَ الصَلاَةِ عَلَى النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى يَصِيْرَ يُجَالِسُنَا وَنَصْحَبُهُ مِثْلَ الصَحَابَةِ وَيَسْأَلُهُ عَلَى أُمُورِ دِيْنِنَا

“Jalan/thariqah kita (untuk menuju Allah SWT) dengan memperbanyak bershalawat kepada Nabi SAW, hingga Beliau menjadi teman duduk kita secara jaga, dan kita bersahabat dengannya sebagaimana persahabatan para sahabatnya, dan kita bisa bertanya kepadanya tentang urusan agama kita.”

Wallahu a'lam.

Dikutip dari Indonesia Cinta Sholawat


Editor: Daniel Simatupang