Menjaga Adab di Ruang Publik saat Pandemi

 
Menjaga Adab di Ruang Publik saat Pandemi
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Anda yakin bahwa anda tidak akan terkena covid-19 bahkan anda yakin tidak percaya bahwa covid itu ada, silahkan itu hak anda. Selama anda di rumah itu hak anda. Tetapi ingat, ketika anda berada diluar rumah maka anda harus memiliki adab, anda terikat dengn kaidah fiqih:

 لاضرر ولاضر

Tidak menimbulkan kerusakan (mudharat) pada diri sendiri dan mendatangkan mudharat bagi orang lain secara mutlak.

Ketika anda berada diluar rumah artinya anda berada di ruang publik, apakah Itu dijalan, di masjid atau dimana saja maka sebagai Muslim anda terikat dengan adab ini. Karena ketika anda sudah berada di ruang publik maka anda terikat dengan sebuah tanggung jawab yakni selalu menebar kebaikan dan menghindari dari pada kerusakan yang disebabkan oleh diri kita. Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sampai mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR: Bukhari dan Muslim)

Syarah hadist ini oleh Ibnu Hajar, beliau mengatakan:

وَالْمُرَاد هُنَا بِالْمَيْلِ الِاخْتِيَارِيّ دُون الطَّبِيعِيّ وَالْقَسْرِيّ ، وَالْمُرَاد أَيْضًا أَنْ يُحِبّ أَنْ يَحْصُل لِأَخِيهِ نَظِير مَا يَحْصُل لَهُ ، لَا عَيْنه ، سَوَاء كَانَ فِي الْأُمُور الْمَحْسُوسَة أَوْ الْمَعْنَوِيَّة ، وَلَيْسَ الْمُرَاد أَنْ يَحْصُل لِأَخِيهِ مَا حَصَلَ لَهُ لَا مَعَ سَلْبه عَنْهُ وَلَا مَعَ بَقَائِهِ بِعَيْنِهِ لَهُ

“Cinta yang dimaksud di sini adalah keinginan (agar orang yang dicintai mendapatkan kebaikan) yang bersifat diusahakan. Bukan sekedar watak asli atau sebab paksaan. Selain itu, ia suka bila saudaranya memperoleh sama dengan seperti yang ia peroleh. Tidak harus sama persis. Entah itu dalam hal-hal yang kasat mata atau tidak. Dan juga, maksud si saudara memperoleh apa yang ia peroleh, artinya tidak harus si pelaku kehilangan perolehan tersebut atau tetap memiliki perolehan tersebut.”

Maka belumlah dikatakan seseorang itu sempurna Iman ketika dia belum menginginkan kebaikan atas orang lain sebagaimana dia menginginkan kebaikan atas dirinya. Itulah sebaik-baik mukmin.

Oleh: Hadya Noer


Editor: Daniel Simatupang