KH Tolchah Mansoer, Sosok Teladan dalam Semangat Berorganisasi

 
KH Tolchah Mansoer, Sosok Teladan dalam Semangat Berorganisasi
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – KH Tolchah Mansoer, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan KH Mansoer dan Siti Nur Khatidjah. Masa kecil beliau selalu diisi dengan kegiatan belajar, hingga saat usianya 17 tahun (1947), KH Tolchah Mansoer diamanahkan menjadi sekretaris Sabilillah daerah pertempuran Malang Selatan.

Setelah perang kemerdekaan, beliau meneruskan sekolah di Taman Madya Malang sampai lulus (1951) dan meneruskan pendidikan di Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Politik (HESP), Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Karena sibuk sebagai aktivis di organisasi, beliau memutuskan berhenti kuliah pada tahun 1953, dan melanjutkan kuliahnya kembali pada 1959.

Karena semangatnya dalam belajar tinggi, pada tahun 1964 beliau berhasil mendapatkan gelar Sarjana Hukum, ditambah minat baca yang tinggi KH Tolchah mampu menyelesaikan gelar Doktor Ilmu Hukum (Hukukm Tata Negara) dengan judul disertasi “Pembahasan Beberapa Aspek Tentang Kekuasaan-kekuasaan Eksekutif dan Legislatif Negara Indonesia (17 Desember 1969)” hanya dalam waktu lima tahun.

KH Tolchah Mansoer sejak remaja memang sudah menjadi aktivis organisasi, ketika masih dibangku Tsanawiyah, beliau pernah menjadi Sekretaris Ikatan Murid Nahdlatul Ulama (IMNU) kota Malang (1945) yang saat itu IPNU belum terbentuk. Saat pindah di Yogyakarta pun beliau masih aktif di organisasi, beliau menjabat Wakil Departemen Penerangan Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) dan menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) wilayah Yogyakarta.

Karena belum adanya wadah untuk menghimpun para pelajar NU, KH Tolchah bersama beberapa orang menyampaikan gagasan mereka tentang pendirian Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dalam Kongres Lembaga Pendidikan Ma’arif NU di Semarang (22 Februari 1954). Dan pada saat itu jugalah IPNU resmi didirikan dan diketuai oleh KH Tolchah Mansoer.

Tidak berhenti di situ, beliau juga aktif di beberapa partai, dan pernah terpilih menjadi anggota DPR mewakili NU (1958) dan tahun itu juga beliau diangkat sebagai anggota Dewan Pemerintah Daerah (DPD), yang kemudian badan ini diubah namanya menjadi BPH (Badan Pemerintah Harian) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (1958).

Beliau wafat pada 20 Oktober 1986, setelah sempat dirawat di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta karena penyakit jantung yang dibawanya sejak lahir.

Semangat beliau dalam berorganisasi perlu dijadikan panutan oleh para pelajar saat ini, khususnya rekan-rekanita IPNU. Mari kita kirimkan doa kepada beliau, semoga apa yang telah diperbuatnya menjadi amal jariyah yang hingga kini pahalanya terus mengalir kepada Sang Guru Besar dan kita selalu mendapat keberkahan daripada hal tersebut, amin.


Editor: Daniel Simatupang