Biografi KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi)

 
Biografi KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi)

Daftar Isi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1       Lahir
1.2       Wafat

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1       Mengembara Menuntut Ilmu
2.2       Guru-Guru Beliau
2.3       Mendirikan dan Mengasuh Madrasah Islamiyah Sumedang

3          Karier
3.1       Karier Beliau  

4          Teladan Beliau 
4.1       Kiai Unta

5          Referensi

1          Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1       Lahir

KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) atau lebih dikenal dengan Mama Syatibi adalah ulama kharismatik dari Sumedang, Jawa Barat. Beliau Lahir 1 januari 1901 di Cicalengka. Ayahnya, KH. Jazuli merupakan seorang pemuka agama yang merupakan trah dari Kerajaan Sumedang Larang. Tak heran kemudian KH. Mohammad Syatibi dipanggil Dalem Sumedang untuk memimpin Masjid Agung karena memang masih satu garis keturunan. Meski demikian, sepanjang hayatnya, KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) tak mau menampakkan gelar raden mengiringi nama depannya.  

1.2       Wafat

KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) wafat di Sumedang 6 September 1987. Beliau berwasiat sebelum meninggal, beliau ingin dikebumikan bersama masyarakat umum. PadahalKH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) ditawari peristirahatan terakhir di komplek makam raja-raja Sumedang dan keturunannya.     

2          Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

2.1       Mengembara Menuntut Ilmu

Sejak kecil, KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) memang hidup bersama masyarakat, bersama anak-anak rakyat, jauh dari kemewahan turunan bangsawan. Orang tuanya mengirimkan ke lembaga pendidikan rakyat, yaitu pesantren. Sepertinya KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) kerasan dengan pendidikan semacam itu. Terlihat dari perjalanannya menari ilmu dari satu ulama ke ulama lain di berbagai tempat. 

Selepas dididik di keluarganya,KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi)  berguru ke Pesantren Panguyangan, sebuah pesantren yang didirikan oleh Mama Panguyangan atau Mama Isya, santri Syaikhona Kholil Bangkalan Madura. Pada saat berguru ke pesantren itu, KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi)  nyantri kepada putranya Mama Isya, yaitu KH. Raden Muhammad Amin.

Selepas dari pesantren itu, KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi)  berguru ke Pesantren Sarjaya Sindanglaut (Cirebon), lalu ke Pesantren Al-Fauzan (Garut), lalu Pesantren Keresek (Garut). Pesantren ini didirikan santri dari Syaikhona Kholil Bangkalan. 

ke Pesantren Sukaraja (Garut), ke Pesantren Gentur (Cianjur). Di pesantren inilah, KH.Mohammad Syatibi (Mama Syatibi)  berguru kepada KH. Ahmad Syatibi (Mama Gentur). Di pesantren ini pula, KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi)  yang semula bernama Epen, diganti oleh gurunya itu menjadi Muhammad Syatibi. 

Selepas dari Gentur, KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi)  berguru ke Pesantren Sukamiskin. Pondok Pesantren Sukamiskin berdiri pada tahun 1875 oleh seorang ulama besar KH. Raden Muhammad Alqo, santri dari dari Syaikhona Kholil Bangkalan, Madura. Dengan demikian KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi)  berguru kepada putra dari tiga santri Syaikhona Kholil Bangkalan. Kemudian pada waktu naik haji tahun 1923 ikut belajar mengaji pada ulama besar Mekkah yang berasal dari Bogor yaitu KH. Mukhtar Natanegara sampai dengan tahun 1924.

2.2        Guru-Guru Beliau

  1. Mama Panguyangan atau Mama Isya
  2. KH. Raden Muhammad Amin
  3. KH. Ahmad Syatibi (Mama Gentur)
  4. KH. Raden Muhammad Alqo
  5. KH. Mukhtar Natanegara

2.3       Mendirikan dan Mengasuh Madrasah Islamiyah Sumedang (MIS)

Dalem Bintang meminta KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) untuk mengembangkan agama Islam di wilayahnya untuk menjadi Imam Besar Masjid Agung Sumedang. Untuk mendukung perintahnya itu, Dalem Bintang mewakafkan sebidang tanah kepada KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) untuk tinggal dan lembaga pendidikan. 

Kemudian KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) Madrasah Islamiyah Sumedang (MIS). Madrasah ini masih berdiri sampai saat ini, tak jauh dari Masjid Agung Sumedang. Papan namanya masih ada di depan SMPNU dan SDIT As-Samadani yang kini dikelola tokoh-tokoh NU Sumedang. 

3          Karier Beliau

3.1        Karier Beliau

  1. Diangkat Ajun Penghulu Sumedang (1930-1945)
  2. Diangkat Penghulu Landarrad atau Penghulu Negeri Sumedang (1945- 1947)
  3. Mengasuh Madrasah Islamiyah Sumedang (MIS)
  4. Rois Suriyah PCNU Sumedang (1955-1983)
  5. Menjadi Anggota DPRD TK. II Kabupaten Sumedang sejak tahun (1961 – 1966)
  6. Wakil Rois Syuriyah PWNU Jawa Barat (1971-1987)  

4         Teladan Beliau

4.1       Kiai Unta

Mustasyar PBNU KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus) pada sebuah ceramahnya, membuat kategori sederhana tentang kiai. Pertama kiai ka’bah, kedua, kiai unta. Menurut Gus Mus, kiai ka’bah adalah kiai yang hanya tinggal di rumahnya. Paling jauh hanya mengelilingi pesantrennya dan ke masjid. Kiai seperti itu malas bersilaturahim dengan masyarakat. Maunya dikunjungi dan malas mengunjungi. 

Sementara kiai unta, KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus) menjelaskan kiai unta. 

“Kiai Unta, jenis kiai yang bersedia jalan jauh di guruan pasar, tahan lapar, bersedia membawa beban berat dan menghantarkan hinga tujuan, mampu beradaptasi dengan segala macam kondisi. Kiai ini tak lelah dan tak bosan silaturahim ke semua lapisan masyarakat, ke kiai-kiai,” terang KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus).

Menurut KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus), contoh terbaik dari kiai unta adalah KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. 

Jika ditilik dari kedua jenis kiai itu, KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) adalah jenis kiai yang kedua. Berdasarkan informasi dari keluarganya, kita bisa mengetahui kekuatan silaturahimnya, berdasarkan aktivitas kesehariannya. 

KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi), tiap hari mulai terbangun antara pukul 03.00-04.00. Jika masih ada waktu, selepas shalat malam, beliau melakukan muthalaah kitab-kitab di kediamannya. Sebelum subuh tiba, beliau sudah duduk di Masjid Agung Sumedang di shaf paling depan. Beliau kemudian menjadi imam atau menjadi makmum saat ajengan lain menjadi imam. 

Setelah shalat subuh, beliau tak pernah meninggalkan wiridan. Jika hari Jumat beliau akan menyampaikan ceramah. Saat itulah, tak sedikit jamaah dari sekitar masjid-masjid terdekat sengaja mendirikan shalat subuh di masjid agung demi mendengar ceramah beliau. 

Di luar hari Jumat, selepas subuh, beliau mengajar di majelis taklim di samping rumahnya dengan sistem sorogan. Para santrinya anak-anak sekitar kampung Kaum dan anak-anak pegawai Depag. Juga puluhan santri yang tinggal di sekitar Kaum. Rutinitas itu berlangsung mulai pukul 05.00-08.00 WIB. 

Kemudian beliau mempersiapkan diri untuk berangkat mengaji rutin ke daerah-daerah, biasanya di masjid besar tingkat kecamatan. KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) memiliki jadwal pengajian di tiap kecamatan Sumedang. Pengajian itu diikuti para kiai dari desa-desa.

Kemudian, KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) kembali ke rumah selepas dhuhur atau kadang-kadang selepas Asar. Di rumah, beliau tidak berdiam diri saja, melainkan harus mengajar kembali anak cucunya serta anak-anak Kaum dan santri yang tinggal di Kaum. Hal serupa dilakukannya selepas Magrib dan Isya. 

Jika di bulan Mulud atau Rajab, selepas Isya, beliau tak belum bisa istirahat karena memenuhi undangan pengajian. Di luar dua bulan itu, beliau juga tak sepi memenuhi undangan pengajian mulai pernikahan, khitanan, tasyakuran dan lain sebagainya. 

Hanya pada tiap Selasa KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) berada di rumah. Tapi lagi-lagi bukan berdiam diri, melainkan mengisi pengajian pula di majelis taklimnya. Pesertanya adalah para kiai dari tiap kecamatan yang rutin didatangi KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi). Hingga saat ini pengajian Selasa dilanjutkan anak cucu serta murid-muridnya dengan peserta para kiai dari tiap kecamatan. 

KH. Mohammad Syatibi (Mama Syatibi) pernah ditawari untuk pembangunan pesantren agar beliau lebih fokus mengajar santri. Namun, beliau lebih memilih berdakwah dengan mendatangi jama'ahnya secara rutin di tiap kecamatan. Kadang beliau harus menempuhnya dengan jalan kaki saat hujan sebagaimana disaksikan Hj. Mariam Kanta Sumpena. 

5           Referensi

https://alif.id/read/abdullah-alawi/membaca-kisah-perjuangan-kh-muhammad-syatibi-ulama-terlupakan-dari-sumedang-b237857p/

 

 

 

 

 

 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya