Jejak Panjang Eratnya Hubungan Pesantren Lirboyo dan Pesantren Sarang

 
Jejak Panjang Eratnya Hubungan Pesantren Lirboyo dan Pesantren Sarang
Sumber Gambar: Mbah Maimoen Zubair/Pondok Pesantren Al Anwar 3

Laduni.ID, Jakarta – Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri dan Pondok Pesantren Sarang, Rembang merupakan dua diantara banyaknya pesantren besar di Indonesia yang telah melahirkan banyak tokoh-tokoh penyebar agama Islam.

Dua pesantren tersebut masih tetap eksis hingga saat ini, ditengah gempuran zaman yang menuntut individu dan Lembaga berkompetisi untuk selaras dengan zaman, Pesantren Lirboyo dan Pesantren Sarang mengikuti tantangan dengan cara dan khasnya sendiri.

Baik Ponpes Lirboyo maupun Ponpes Sarang, keduanya menjadi magnet bagi umat Islam dalam menimba ilmu. Kedua pesantren itu jelas memiliki sanad keilmuan yang sampai hinga Rasulullah SAW, sehingga tak ayal banyak orang belajar di dua ponpes tersebut yang tercatat telah memiliki santri sebanyak ribuan pelajar.

Dua pengasuh pondok pesantren besar itu juga memiliki kiprah di organisasi Islam terbesar di dunia, yaitu Nahdlatul Ulama. Selalin di NU, baik KH Anwar Mansur dan Alm. KH Maimoen Zubair juga turut andil dalam pembangunan bangsa dengan menempati post-post penting di pemerintahan.

Sejarah panjang kedekatan Ponpes Lirboyo dan Ponpes Sarang ternyata bermula dari persahabatan dua santri yang berasal dari guru yang sama. Kedua santri inilah yang ternyata menjadi sosok dibalik terbentuknya dua poros keilmuan di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Persahabatan antara pendiri Ponpes Lirboyo, KH Abdul Karim dengan pendiri Ponpes Sarang, KH Ahmad bin Syu’aib ini dimulai ketika mereka berdua masih menjadi santri di Pondok Pesantren Tebuireng asuhan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari.

Pada tahun 1909, keduanya keluar dari Ponpes Tebuireng, Mbah Ahmad bin Syuaib kembali ke Sarang dan Mbah Manab kembali ke Banjarmelati, Kediri dan setahun kemudian beliau merintis Ponpes Lirboyo.

Dalam buku Sejarah Pesantren Lirboyo, KH Maimoen Zubair menjelaskan eratnya persahabatan antara kakeknya dari jalur ibu (Mbah Ahmad bin Syuaib) dengan Mbah Manab. “Beliau Kerapkali tanya kepada saya tentang kawan sejawat beliau dikala masih mondok di Tebuireng,” kata Mbah Moen sebagaimana dikutip dari website Yayasan Al-Mahrusiyah Lirboyo.

Lirboyo yang saat itu diasuh oleh Mbah Manab menjadi tujuan utama bagi para pencari ilmu, tidak terkecuali KH Zubair Dahlan (ayahanda Mbah Moen) yang memondokkan Mbah Moen kecil di Lirboyo. Ketika Mbah Moen telah memiliki ilmu yang cukup, KH. Imam Yahya Mahrus, putra pertama KH. Mahrus Ali memutuskan untuk mondok di Ponpes Sarang, yang saat itu berangkat karena mendapat bisikan gaib.

Ikatan kedua pesantren itu juga terus berlangsung hingga ikatan nasab keduanya tersambung, yaitu saat KH. Abdurrouf Maimoen, putera KH Maimoen Zubair memperistri Ning Hj. Etna Iyana Miskiyah, putri KH. Imam Yahya Mahrus.

Semoga hubungan erat Lirboyo dan Sarang ini dapat terus berlanjut, sehingga bisa melahirkan generasi penerus Mbah Manab Abdul Karim , Mbah Ahmad bin Syu'aib , Mbah Moen dan Mbah Imam.

Wallohu A’lam, Al-Fatihah.

Disadur dari website Yayasan Al-Mahrusiyah Lirboyo

Foto: Mbah KH. Imam Yahya Mahrus (baju coklat) sungkem atas kerawuhan Mbah KH. Maimoen Zubair ke Lirboyo tahun 2010 lalu


Editor: Daniel Simatupang