Hikmah Tidur dalam Keadaan Suci

 
Hikmah Tidur dalam Keadaan Suci
Sumber Gambar: Ilustrasi/SehatQ

Laduni.ID, Jakarta – Umat Islam percaya, segala aktivitas yang dilakukan dapat bernilai ibadah jika dilakukan sesuai dengan yang dianjurkan Rasulullah SAW, misalnya saja tidur. Tidur adalah aktivitas manusia yang dilakukan untuk mengistirahatkan tubuh. Dengan tidur manusia dapat mengisi ulang daya tubuhnya untuk beraktivitas kembali.

Jika tidur dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah SAW, maka aktivitas sepele ini akan bernilai ibadah. Misalnya saja seperti wudhu sebelum tidur yang selalu dilakukan oleh Raslullah SAW, hal tersebut memungkinkan seseorang tidur dalam keadan suci.

Dilansir dari NU Online, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dijelaskan bahwa orang yang tidur dalam keadaan suci maka orang tersebut akan didoakan dan dimintakan ampunan oleh malaikat.

مَنْ بَاتَ طَاهِرًا فِي شِعَارٍ طَاهِرٍ بَاتَ مَعَهُ مَلَكٌ فِي شِعَارِهِ فَلَا يَسْتَيْقِظُ سَاعَةً مِنَ اللَّيْلِ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِكَ فُلَانٍ فَإِنَّهُ بَاتَ طَاهِرًا

Artinya, “Siapa saja yang bermalam dengan keadaan suci dalam syiar yang suci, maka satu malaikat bermalam bersamanya dalam syiar tersebut. Dan tidaklah dia terbangun satu saat pun di waktu malam kecuali malaikat tadi berdoa: Ya Allah, ampunilah hamba-Mu, fulan. Sebab, ia tidur dalam keadan suci.” (HR. Ibnu Hibban)

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang yang tidur diibaratkan oleh Rasulullah SAW sebagai orang yang memiliki belenggu, ketika ia terbangun dari tidurnya dan berwudhu maka lepaslah belenggu dari dirinya. Bahkan apa yang menjadi keinginannya akan dikabulkan oleh Allah SWT.

رَجُلَانِ مِنْ أُمَّتِي يَقُومُ أَحَدُهُمَا مِنَ اللَّيْلِ فَيُعَالِجُ نَفْسَهُ إِلَى الطَّهُورِ وَعَلَيْهِ عُقَدٌ فَيَتَوَضَّأُ، فَإِذَا وَضَّأَ يَدَيْهِ، انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، وَإِذَا وَضَّأَ وَجْهَهُ، انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، وَإِذَا مَسَحَ رَأْسَهُ، انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، وَإِذَا وَضَّأَ رِجْلَيْهِ، انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَيَقُولُ الرَّبُّ لِلَّذِينَ وَرَاءَ الْحِجَابِ: انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا يُعَالِجُ نَفْسَهُ، مَا سَأَلَنِي عَبْدِي هَذَا فَهُوَ لَهُ  

“Dua orang laki-laki dari umatku di mana salah seorangnya bangun malam dan membawa dirinya untuk bersuci, sementara dia terbelenggu beberapa belenggu, kemudian berwudhu. Ketika berwudhu membasuh kedua tangannya, terlepaslah satu belenggu. Ketika berwudhu membasuh wajahnya, maka terlepaslah belenggu lainnya. Ketika berwudhu mengusap kepalanya, maka terlepaslah belenggu lainnya. Ketika membasuh kedua kakinya, maka terlepaslah belenggu berikutnya. Kemudian, Rabb berfirman kepada mereka yang ada di balik hijab, ‘Lihatlah hamba-Ku ini. Ia mengatasi dirinya. Apa pun yang diminta hamba-Ku itu kepada-Ku maka permintaan itu untuknya,’” (HR. Ibnu Hibban).

Wudhu sebelum tidur juga dalam dunia medis memiliki manfaat yang besar. Dilansir dari Republika.co.id, dr Musthafa Syahatah, peneliti Universitas Alexsandri yang menjabat sebagai Dekan Fakultas THT mengungkapkan bahwa orang yang berwudhu sebelum tidur lebih sedikit jumlah kumannya disbanding orang yang tidak berwudhu.

Selain itu, dalam Kitab Al-'Uhud Al-Muhammadiyah, Imam Asy-Sya’rani menjelaskan bahwa tidur dalam keadaan suci memiliki hikmah yang luar biasa besar, diantaranya ialah memiliki kesempatan untuk beribadah layaknya seperti malaikat, artinya tidak terikat dengan jasad.

قال الإمام الشعراني في حكمة النوم على طهارة:

إن فيها زيادة الوقوف في حضرة الله تعالى في عالم الغيب، فإن الروح إذا فارقت الجسد بالنوم و هي على طهارة أذن لها في السجود بين يدي الله حتى يستيقظ، و إذا فارقت الجسد محدثة وقفت بعيدة عن الحضرة، ففاتها العبادة الروحية المجردة عن الجسد كالملائكة، فافهم فهذا من سر النوم على طهارة.

كتاب العهود المحمدية ج ١  ص ٢٠٢

“Hikmah dibalik tidur dalam keadaan bersuci, ada nilai plus bagi jiwa untuk berada dalam golongan mereka yang beribadah di alam ghaib. Karena Ruh jika terpisah dari jasad dalam keadaan bersih dari hadas, ia akan diizinkan untuk bersujud di sisi Allah hingga ia terbangun, tapi jika ia memiliki hadas, ia akan terpisah jauh dari tempat suci tersebut, ia juga akan kehilangan kesempatan untuk beribadah layaknya seperti malaikat; tanpa terikat dengan jasad.”

Kitab Al-'Uhud Al-Muhammadiyah jilid 1 hal 202


Editor: Daniel Simatupang