Kisah Nabi Musa dan Si Penggembala Kambing

 
Kisah Nabi Musa dan Si Penggembala Kambing
Sumber Gambar: Ilustrasi/Islami.co

Laduni.ID, Jakarta – Suatu ketika, Nabi Musa a.s pernah mendapat teguran dari Allah SWT. Kala itu, Nabi Musa diperintah untuk berkhalwat (menyepi) ke Bukit Tursina selama 40 hari. Sepanjang perjalanannya Nabi Musa melewati padang pasir yang begitu luas, di padang pasir itulah Nabi Musa bertemu dengan seorang penggembala kambing.

Nabi Musa melihat si penggembala itu sedang berdoa kepada Allah, doanya terdengar oleh Nabi Musa.

“Ya Allah, Engkau di mana? Di mana rumah-Mu? Saya ingin tahu, kalau saya tahu rumah-Mu, saya akan ke sana. Nanti halaman rumah-Mu akan saya bersihkan ya Allah, tempat tidurmu saya rapikan, selimut-Mu kalau kotor saya cuci, saya akan sediakan minum untuk-Mu. Saya akan menyisir rambut-Mu ya Allah,” kata si penggembala.

Mendengar doa yang menyalahi syariat itu, Nabi Musa lantas menghampiri penggembala tersebut.

“Hei, kamu berdoanya sembrono. Memang Allah kamu anggap apa? Doa sembrono saja. Kamu tahu, aku ini utusan Allah, Musa bin Imran, aku utusan Allah,” bentak Nabi Musa a.s.

Mendengar nama tersebut si penggembala lari ketakutan menjauhi Nabi Musa.

“Awas sampai berdoa begitu lagi, akan saya pukul,” ancam Nabi Musa.

Setelah itu Nabi Musa melanjutkan perjalanannya. Singkat cerita sudah 40 hari beliau berkhalwat dan mendapatkan 10 firman Allah. Lalu ketika hendak kembali, Allah berseru kepadanya.

“Musa,” seru Allah.

“Labaik ya Rabb,” jawab Nabi Musa.

“Kamu masih ingat ketika hendak berangkat ke sini (bukit Tursina), kamu bertemu dengan pengembala kambing yang dia berdoa menurut kamu doanya salah, keliru, dan kamu marahi. Kemudian dia lari karena takut terhadapmu?” kata Allah.

“Ingat ya Allah. Memang ada apa ya Allah?” tanya Nabi Musa.

“Musa, Aku perintahkan kamu cari dia sampai ketemu, kamu harus ketemu dengan dia. Sampaikan salam-Ku kepadanya, katakan padanya, huwa waliyyun min auliyai, dia adalah salah satu kekasih daripada kekasih-kekasih-Ku. Kamu harus mencari dia sampai ketemu, sampaikan salam-Ku padanya. Beritahu dia, Aku sangat mencintainya. Dia adalah satu kekasih dari kekasih-kekasih-Ku,” perintah Allah kepada Nabi Musa.

“Apakah tidak salah Ya Allah? Orang seperti dia, Engkau anggap sebagai kekasih-Mu. Doanya saja sembrono, tidak mungkin dia kekasih-Mu,” protes Nabi Musa.

“Sudah Musa, kamu jangan protes. Cari dia sampai ketemu,” perintah Allah.

Kemudian Nabi Musa pergi mencari penggembala yang tadi ia temui, beliau susuri jalan yang tadi dilalui hingga sampailah beliau di suatu tempat dan melihat si penggembala sedang berdoa. Namun kali ini si penggembala berdoa dengan sikap yang makin aneh, ia berdoa dengan posisi tiduran. Doanya pun tidak berbeda dari sebelumnya.

Kemudian Nabi Musa mendekati penggembala tersebut dan berucap salam, namun karena takut melihat Nabi Musa penggembala itu lari terbirit-birit. Dikejarlah oleh Nabi Musa hingga didapatinya si penggembala tersebut.

“Tolong jangan takut, jangan lari. Aku minta maaf kepadamu,” kata Nabi Musa.

“Apa anda tidak akan memarahi saya?” tanya si penggembala.

“Tidak, aku tidak akan marah kepadamu. Aku ingin menyampaikan salam dari Allah untukmu. Ada salam dari Allah untukmu. Aku justru ditegur dan dimarahi oleh Allah, karena aku berperilaku kasar kepadamu. Kata Allah, sampaikan salam-Ku untuknya dan kamu adalah kekasih Allah. Kamu adalah Walinya Allah,” kata Nabi Musa.

“Wahai Musa, aku sudah melampaui batas kata-kata. Sekarang yang kurasa hanyalah cinta,” kata si penggembala.

“Artinya apa? Jangan menilai ucapan lisan, memang ucapan lisannya terkesan sembrono. Tapi hati si Penggembala tadi penuh dengan cinta kepada Allah. Banyak orang yang berkata dengan lisannya, tapi tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya. Sehingga, ini kalau bagi orang yang bahasa hati, bahasa cinta, jangan menilai kata. Kata-kata tidaklah masalah. Ukurannya adalah cinta. Cinta yang ada di hati,” dawuh KH Anwar Zahid.


Editor: Daniel simatupang