Di Balik Penciptaan Akal dan Nafsu

 
Di Balik Penciptaan Akal dan Nafsu
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Syaikh Usman bin Hasan bin Ahmad As-Syakir Al-Khuwairi ulama yang hidup pada abad ke-13 Hijriyah pengarang Kitab Durratun Nashihin meriwayatkan, bahwa sebelum Allah SWT menciptakan akal dan nafsu yang hendak diletakkan dalam diri Adam AS, terlebih dahulu Allah menguji keduanya agar kelak di kemudian hari Adam AS dan anak cucunya tahu fungsi dari keduanya dan cara menggunakan dan menaklukkan keduanya.

Sebagaimana diterangkan di dalam Kitab Durratun Nashihin, bahwa setelah menciptakan akal dan nafsu, kemudian Allah memerintahkan mereka berdua untuk menghadap-Nya. Kemudian ditanya satu persatu.

Akal pun datang menghadap, dan ketika disuruh berbalik, berbaliklah ia. Lalu Allah pun bertanya kepadanya,

مَنْ أَنَا وَمَنْ أَنْتَ؟

"Siapakah Aku dan siapa kamu?"

Maka dengan rasa penuh tawadhu, akal menjawabnya, 

أَنْتَ رَبِّيْ وَأَنَا عَبْدُكَ الضَّعِيْفُ

"Engkau Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu yang lemah."

Karena jawaban itulah kemudian Allah SWT memberikan kemuliaan kepada akal.

Lalu tibalah giliran nafsu akan ditanya. Ketika diperintahkan untuk menghadap, ia diam saja, tidak menjawab. Ketika ditanya dengan pertanyaan yang sama, 

مَنْ أَنَا وَمَنْ أَنْتَ؟

"Siapakah Aku dan siapa kamu?"

Dengan sombongnya nafsu pun menjawab,

أَنَا وَأَنَا أَنْتَ وَأَنْتَ

"Aku adalah aku, Engkau adalah Engkau."

Karena jawaban itulah maka Allah menghukumnya dengan memasukkan nafsu ke dalam neraka Jahim selama 100 tahun. Setelah dikeluarkan dari neraka Jahim dan ditanya lagi oleh Allah, 

مَنْ أَنَا وَمَنْ أَنْتَ؟

"Siapakah Aku dan siapa kamu?"

Nafsu pun menjawabnya dengan jawaban yang sama, 

أَنَا وَأَنَا أَنْتَ وَأَنْتَ

"Aku adalah aku, Engkau adalah Engkau."

Akhirnya Allah memasukkan nafsu lagi ke neraka Ju’ (neraka yang penuh dengan rasa lapar yang amat sangat) selama 100 tahun pula. Nafsu dibiarkan tanpa makan dan minum. Setelah nafsu tidak diberi makan dan minum (puasa) membuat nafsu sadar dan tak berdaya. Lalu, akhirnya nafsu pun menyerah dan mengakui bahawa Allah adalah Tuhan yang menciptakannya.

Syaikh Usman bin Hasan bin Ahmad As-Syakir Al-Khuwairi lalu menerangkan terkait kisah di atas, bahwa karena sebab itulah maka Allah SWT kemudian mewajibkan ibadah puasa.

Kisah di atas menggambarkan betapa membangkangnya nafsu. Apabila seseorang tidak bisa mengendalikan (menundukkan) nafsunya, maka tentu ia akan mendapat kerugian yang amat besar. Dari sini hikmah pelajaran dari kisah di atas dapat dipetik.

Terkait dengan perihal nafsu, Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya' 'Ulumuddin mengatakan bahwa kebahagiaan hakiki itu adalah ketika seseorang mampu menguasai nafsunya. Sedangkan kesengsaraan itu adalah saat seseorang dikuasai nafsunya.

Rasulullah SAW juga pernah bersabda:

لَايُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَواهُ تَبَعَاً لِمَا جِئْتُ بِهِ

"Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia menundukkan hawa nafsunya untuk mengikuti ajaran yang aku bawa." (HR. Imam Al-Baihaqi)

Kisah penciptaan akal dan nafsu di atas menjadikan kita sadar sebagai manusia yang memang diciptakan dengan akal dan nafsu. Keduanya harus bisa dikendalikan secara seimbang agar mendapat keselamatan dari Allah SWT. Kita memang bukan malaikat, tapi kita juga bukan setan. Karenanya, kita harus bisa menyeimbangkan antara akal dan nafsu itu dengan petunjuk dari Allah SWT, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW. Wallahu A’lam bis Showab. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 13 Januari 2022. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim